Prologue
by: Junaidi Halim
Flinch terbangun. Astaga! Suara jeritan terdengar jelas oleh telinga tuanya. ‘Negeri Bangsa Mage telah diserang’, pikir Flinch,’tapi siapa yang begitu berani menantang kekuatan para penyihir? Sungguh tak masuk di akal’. Flinch segera bangkit, meraih tongkatnya dan bergegas keluar dari rumahnya.
‘TIDAK!’ raung Flinch tua, melihat negeri nya telah terbakar habis. Malam tanpa bulan menjadi terang benderang oleh api yang membara. Hanya ada seorang wanita buruk rupa memegang tongkat hijau yang menyala. Flinch menyiagakan tongkat sihirnya. Tapi ia ragu untuk menyerang. Rasanya ia mengenali wanita itu.
‘Garanox, muridku, kaukah itu? Syukurlah kau tidak apa apa,’ Flinch menurunkan tongkat sihirnya, ‘Ada apa dengan wajahmu? Kutukan apa yang merusak wajah cantikmu? Siapa yang melakukan semua ini, Garanox?’ Flinch menatap heran murid kesayangannya. Garanox tersenyum lalu mulai tertawa, tawa yang kejam dan kasar, tawa seorang pria. Mata Flinch membesar saat memandang tongkat di genggaman muridnya. ‘Darkness Scepter’, desis Flinch’ Tidak! Jangan Kau, Garanox! Tidak mungkin kau!!! Flinch mengarahkan tongkatnya ke jantung Garanox dan mengucapkan mantera. Tapi sinar hijau itu terlebih dahulu menghantam tubuhnya, Flinch terjatuh dan semuanya menjadi gelap. ‘Kenapa, Garanox? Kau… kau… murid pengkhianat,’ rintih Flinch di saat – saat terakhirnya.
Garanox berbisik di telinga gurunya,’ Sesuai harapanmu, Guru, kini aku adalah Mage terkuat di dunia terkutuk ini. Setelah Sang Master dibebaskan, maka aku akan menjadi tangan kanan nya, lalu siapa lagi yang bisa mengalahkan aku?’ Garanox tertawa di tangah kematian bangsa nya sendiri, ‘Aku butuh lebih banyak kekuatan Magic untuk membebaskan Sang Master!’ Garanox terus tertawa.
Tahun 127GD, Flinch pemimpin Bangsa Mage yang kuat meninggal dalam pengkhianatan muridnya sendiri dan Bangsa Mage pun telah jatuh. Kegelapan kembali muncul di dunia dan mencoba untuk bangkit sekali lagi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar