Selasa, 11 Maret 2008

The Chronicle of Flarion (31-35) By: Junaidi Halim

Bab 31. Flivia, the Healer

Teriakan kemenangan Para Peri menggema. Musuh telah berhasil dipukul mundur dan Kota WhiteStone berhasil diselamatkan. Sebuah kemenangan yang manis. Pintu gerbang benteng Kota WhiteStone pun dibukakan agar para Peri Hutan dapat masuk dan beristirahat. Flivia, The Healer segera sibuk bekerja untuk mengobati Pasukan Peri yang terluka. Flarion baru pertama kali melihat seorang peri yang begitu mirip dengan manusia. Memang pada dasarnya Bangsa Manusia dan Peri sangat mirip kecuali pada telinga peri yang runcing dan langkahnya yang lebih ringan. Namun Flivia memiliki telinga yang tidak begitu runcing dan berpakaian selayaknya seperti manusia biasa. Jika bukan karena baunya yang khas seperti peri – peri lainnya, belum tentu Flarion dapat mengenalinya memiliki darah peri.
‘Dia mahkluk setengah peri,’ Kata Elrica tiba – tiba berbisik dari belakang Flarion,’ Ayahnya seorang Peri dan ibunya seorang Mage. Ia dikucilkan bangsa kami setelah ayahnya meninggal. Setelah Persatuan Guardian pecah, banyak makhluk yang lahir dari 2 Bangsa berbeda memiliki nasib yang menyedihkan. Dikucilkan dan tidak diterima oleh kedua belah bangsa orang tuanya.’
‘Bagaimana dengna lukamu, Elrica?’ Tanya Flarion sambil membalikkan badannya menatap Elrica,’ Luka dari Api Phoenix. Apakah sudah sembuh total?’
‘Yah, berkat Flivia. Begitu kami keluar dari portal, aku langsung pingsan dan tidak sadarkan diri. Ketika aku tersadar, aku telah berada di kediaman Flivia dan lukaku sudah hampir sembuh dirawat olehnya. Menurut keterangan Lyrian, begitu kami menembus portal, kami tiba di atas gunung berapi... sarang dari Sang Phoenix. Rajawali menurunkan kami satu per satu ke bawah dan kami sungguh beruntung, rumah pertama yang kami temui adalah gubuk tempat Flivia tinggal. Yah, di sana memang tempat yang baik untuk mengucilkan diri. Tidak ada makhluk yang suka tinggal dekat – dekat dengan kediaman Sang Phoenix, bukan?’ Tanya Elrica.
Flarion tersenyum dan kembali menatap gadis cantik yang sedang sibuk mengobati para peri yang terluka. Ia memang cantik namun wajahnya hampir tidak pernah tersenyum. Begitu pucat dan tanpa emosi. Ia pasti sudah mengalami penderitaan yang sangat panjang.
‘Jangan menatapnya terlalu lama, Flarion,’ Elrica tersenyum nakal,’ Kau tidak mau jatuh cinta kepada wanita yang jauh lebih tua, kan? Umurnya kini kurang lebih telah mencapai 180 tahun. Ayahnya adalah Albrick, Ksatria para peri yang luar biasa, yang juga telah mewariskan Pedang Rembulan ini kepadaku. Ayahnya meninggal dalam pertarungan ketika usianya 40 tahun dan ia telah hidup menyendiri selama 140 tahun.’
‘Tapi mengapa ia terlihat masih begitu muda? Seperti gadis yang masih berusia belasan tahun bahkan semuda dengan Lyrian,’ Flarion keheranan.
‘Itulah keuntungan berdarah campuran, Flarion. Ia mewarisi umur panjang Para Peri yang dapat mencapai 400 tahun dan ia bisa tampil awet muda dengan kemampuannya dalam membuat ramuan yang diwarisi oleh ibunya yang berdarah Mage. Kemampuan dalam membuat ramuan penyembuh itu yang membuat ia mendapat julukan The Healer.’ Elrica memberi penjelasan.
‘Dengan kemampuannya, mengapa Bangsa Peri tidak mau menerimanya? Ia dapat menyelamatkan dan menyembuhkan banyak orang, bukan? Tanya Flarion
Elrica menggelengkan kepalanya. ‘Kadang kebencian itu menutup akal sehat, Flarion. Hal itu juga berlaku untuk kami, Bangsa Peri. Kami juga bukan bangsa yang sempurna. Darah campuran tidak pernah dapat diterima di masyarakat kami sejak runtuhnya Persatuan Guardian dan dimulainya masa gelap ini. Sungguh disayangkan.’
Flarion terdiam. Elrica juga terdiam. Tahun – tahun masa Guardian End memang merupakan masa yang gelap. Tahun 136 GD hampir berakhir sekarang dan esok tahun 137 GD akan dimulai. Jika masih ada hari esok.

Bab 32. Hutang Darah di Masa Lalu

Anak kecil itu berlari dengan terengah – engah. Nafasnya memburu dan keringatnya mengalir deras, menetes di atas dataran salju yang lebat. Ia mendengar banyak langkah kaki mendekat dan ketika ia menoleh ke belakang, sebuah anak panah melesat dan menusuk kakinya. Gnorr kecil berteriak dan kehilangan keseimbangan. Ia terjatuh ke dalam lereng jurang Pengunungan salju dan hanyut terbawa arus sungai es yang deras namun seekor ular besar menyelamatkan nyawanya. Ia menghangatkan tubuh Gnorr hingga pulih dan merawatnya bahkan secara tidak langsung melatihnya menjadi seorang pemuda yang gagah perkasa dan ahli menggunakan racun ular. Dengan senjata kapak terbang dan disertai ularnya, Gnorr The Ice Serpent Master membalas dendam kepada perampok yang telah membantai habis seluruh keluarganya. Perampok yang sebelum itu disebutnya dengan paman. Pembalasan dendam yang manis namun juga harus dibayar dengan harga yang mahal. Penduduk yang ketakutan memanggil prajurit dan ksatria kerajaan untuk membunuh Sang Ular dan juga dirinya. Gnorr hampir saja kehilangan nyawanya.
‘Master Gnorr, ada seorang tamu untuk anda,’ Kata seorang goblin membuyarkan lamunan Gnorr akan masa lalunya. Ia pun mengangguk dan memberi tanda untuk memerintahkan goblin itu untuk pergi.
‘Tamu? Siapakah yang berani bertamu ke dalam perkemahan Pasukan Kegelapan malam – malam seperti ini sesaat sebelum pertempuran besar menghancurkan Kota WhiteStone, Kota Putih Para peri dimulai?’ Tanya Gnorr di dalam hatinya. Ia pun keluar dari kamarnya untuk menyambut tamu tersebut.
‘Salam Kegelapan untuk Gnorr, Si pawang ular,’ sapa sang tamu dengan nada mengejek,’ Sebelumnya aku ucapkan selamat atas keberhasilanmu menggempur Hutan Peri dan menghancurkannya, namun sungguh disayangkan kau tidak dapat membawa pulang kepala rajanya untuk hadiah Master Garanox.’ Sang tamu pun tertawa, menertawakan kegagalan Gnorr.
Gnorr mengepalkan tangannya dengan keras. Hatinya bersusah payah menahan amarah. ‘Diam, kau Val’ark! Dasar Penghisap darah busuk! Saat aku bersusah payah merebut Hutan itu, kau hanya bersenang – senang meminum darah dari kematian. Dasar kau makhluk tidak berguna!’ Hardik Gnorr dengan marah.
‘Kuperingatkan kau, Gnorr! Aku dan Pasukan Vampirku diperintah langsung oleh Garanox untuk datang ke sini karena ketidak becusanmu dalam menghadapi musuh! Namun jika kali kau gagal lagi maka aku sendiri, Val’ark The Bloodhunter yang akan menghisap darahmu hingga tak bersisa. Kau mengerti?’ Ancam Val’ark dengan keras.
Gnorr tersenyum. ‘Kau pikir aku takut dengan semua ancaman kosongmu itu? Jika bukan karena hutang darahku kepada Sang Master Garanox, jangan harap aku sudi bekerja sama dengan makhluk terkutuk sepertimu!’ Seru Gnorr dengan tegas dan ia pun segera membalikkan badan meninggalkan Val’ark yang mendesis karena kesal.
Garanox. Dialah orang yang menyelamatkan Gnorr dan sang ular ketika mereka sekarat menghadapi serangan prajurit dan ksatria barat. Dengan ilmu sihirnya yang hebat, Garanox membunuh semua prajurit dan Sang Ksatria juga berhasil membumihanguskan kota tersebut. Saat itu Gnoor baru pertama kalinya melihat kekuatan yang begitu dashyat. Sejak itulah Gnorr menjadi bagian dari Pasukan Kegelapan untuk membayar hutang budinya kepada Sang Master, Garanox.

Bab 33. Pertempuran yang Kembali Datang

Ribuan Goblin kembali berbaris keluar dari perkemahan raksasa Pasukan Kegelapan menuju WhiteStone. Kali ini Gnorr, The Ice Serpent Master sendiri yang memimpin Bangsa Goblin untuk menyerang Bangsa Peri sementara Val’ark memimpin Pasukan Vampir di belakangnya. Jumlah total dari kedua Pasukan ini mencapai 6000 prajurit, siap bertempur di medan perang dengan senjata yang lengkap dan berat. Pasukan Manusia Serigala memutuskan untuk mundur dan menghimpun kekuatan kembali karena jumlah mereka tinggal sedikit karena banyak yang telah terbunuh saat penyerangan terdahulu. Jika sebelumnya serangan menggunakan tangga gagal maka kini mereka memilih menggunakan ketapel besar yang diangkut dengan kereta untuk dapat meruntuhkan pintu gerbang Benteng WhiteStone.
Di lain pihak. Para Peri sebagain besar telah sembuh dari luka – lukanya walau belum pulih seratus persen namun mereka tetap bisa mengangkat senjata. Semua ini berkat Flivia yang menyediakan dan meramu obat – obat yang mujarab untuk menyembuhkan prajurit – prajurit yang terluka. Bukan itu saja, Flivia bahkan juga menyediakan ramuan yang dapat menghilangkan rasa sakit untuk sementara dan memberi kekuatan ekstra bagi yang meminumnya. Flarion dan yang lainnya berusaha mengatur strategi untuk menghadapi serangan berikutnya yang menurut perkiraan mereka pasti jauh lebih dashyat dari yang sebelumnya.
Hari ke-3 tahun 137 GD. Ketika matahari muncuk di ufuk timur, Hawkins dan rajawalinya mendarat di atas Gerbang WhiteStone dan bergegas menemui teman – temannya yang sedang berkumpul di aula. ‘Mereka datang!’ Seru Hawkins ketika memasuki ruangan,’ Pasukan penyerbu yang terdiri dari Bangsa Goblin dan Vampir telah datang. Jumlah mereka sangat banyak, sekitar 5000 – 6000 prajurit.’ Suasana menjadi hening. Peperangan ini ternyata lebih buruk dari perkiraan mereka semua karena Pasukan Vampir yang terkutuk telah ikut ambil bagian dalam penyerangan ini.
‘Inilah saatnya, kawan – kawan bagi kita semua untuk bertempur dengan berani sekali lagi. Kita tidak punya pilihan. Berjuang sekuat tenaga atau mati dalam mempertahankan Kota ini. Ayo kita bersiap – siap!’ Ajak Flarion sambil melangkah keluar dan diikuti yang lainnya. Fleric menatap Elrica dan demikian juga sebaliknya. Untuk pertama kalinya sejak sekian lama mereka bertempur dalam pihak yang sama kembali. Elrica tersenyum dan menjabat tangan Fleric. ‘Demi Bangsa Peri,’ bisik Elrica dan Fleric menjawabnya dengan mengganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan. Peri Hutan dan Peri Langit kembali bertempur bersama lagi.
Sebuah Batu terlempar ke udara dan menghantam Gerbang WhiteStone. Guncangan yang keras membuat panik seisi Kota WhiteStone. Pasukan pemanah sudah bersiap – siap di atas menara namun musuh masih di luar jangkauan tembak anak panah, hanya saja ketapel raksasa sang musuh telah menghujani Kota WhiteStone dengan batu – batu besar. Flarion, Elrica dan Fleric segera naik ke atas menara dan melihat situasi sementara Hawkins telah terbang ke angkasa dengan rajawalinya. Lemparan – lemparan batu semakin gencar atas perintah dari Gnorr, The Ice Serpent Master. Hal ini membuat Fleric menjadi semakin gusar. ‘Dasar Manusia busuk!’ Maki Fleric lalu ia berpaling kepada Flarion sambil tersenyum,’ Maksudku bukan kau, Flarion.’ Flarion hanya balik tersenyum.
Hawkins tiba – tiba memacu rajawalinya untuk terbang ke atas Pasukan Musuh sambil melakukan manuver menghindari lontaran – lontaran batu di udara. Rupanya ia berniat melakukan serangan nekat untuk menghentikan Pasukan Kegelapan melempari Kota whiteStone dengan batu. Ia dan rajawalinya bermaksud menghancurkan ketapel raksasa pihak lawan.
‘Apa yang kau lakukan, Hawkins? Cepat kembali ke sini! Di sana berbahaya!’ Seru Flarion kepada Hawkins. Namun tampakanya Hawkins tidak lagi mendengar seruan itu. Ia terlalu sibuk mengendalikan rajawali menghindari lontaran batu. Flarion dapat merasakan jantungnya berdetak keras dan batinnya berseru,’Hawkins dalam bahaya besar.’

Bab 34. Jatuhnya Sang Penunggang Angin

Rajawali menukik dengan cepat dan melakukan serangan mendadak. Serangan yang sangat nekat namun juga sangat efektif. Sebuah Ketapel Raksasa dihajarnya hingga hancur lebur. Pasukan Goblin tidak sempat menghalangi serangan Hawkins dan rajawalinya karena mereka tidak mempersiapkan diri dengan senjata busur dan anak panah mengingat Benteng WhiteStone masih di luar jangkauan anak panah. Pasukan Goblin sungguh tidak mengira datangnya serangan mendadak dari angkasa yang berasal dari seekor rajawali, Sang Penunggang Angin. Pasukan Goblin menjadi semakin panik ketika Hawkins mulai mengacaukan barisan mereka dengan tombak badainya. Ketapel kedua, ketiga dan keempat dihancurkan dengan mudahnya, namun pada saat itu Pasukan Goblin telah menyiapkan senjata busur dan panahnya dan mulai menembaki Hawkins dan rajawali.
Hawkins terbang ke atas menjauhi jangkauan tembak dari anak panah Bangsa Goblin. Tinggal 3 ketapel lagi yang tersisa dan Hawkins sepertinya tidak berniat mundur sebelum semua ketapel berhasil dihancurkan. Rajawali terbang ke arah matahari dan tiba – tiba melakukan serangan kilat dari arah cahaya matahari. Pasukan Goblin yang terbiasa tinggal di dunia bawah tanah yang penuh kegelapan tidak begitu tahan menatap cahaya matahari sehingga bidikan mereka meleset. Sebuah ketapel berhasil dilumpuhkan lagi. Namun sebuah panah hitam melesat dari belakang. Sebuah Goblin hitam besar mengarahkan anak panahnya kepada Hawkins dan menembaknya. Untunglah rajawali sempat berkelit dan anak panah tersebut hanya menggores leher Hawkins namun racun yang terdapat di anak panah tersebut mulai bereaksi. Hawkins merasa pandangannya mulai berkunang – kunang.
Mengetahui penunggangnya cidera, rajawali bergerak semakin cepat dan lincah. Ia berkelit sekali lagi dan kembali menghancurkan sebuah ketapel. Tinggal 1 buah ketapel lagi. Goblin hitam kembali membidik dengan anak panah beracunnya. Kini bukan lagi sebuah panah tetapi 3 panah sekaligus yng ditembakkan bersamaan. Rajawali tidak memiliki kesempatan menghindari 3 panah yang ditembakkan sedemikian cepat bagai kilat.
‘Kepakkan sayapmu, Hai, Penunggang angin!’ Seru Hawkins kepada Rajawali dan rajawali melakukan persis seperti yang diperintahkan penunggangnya. Batu – batu dan pasir pun berterbangan di sekitar rajawali membentuk semacam tabir perisai pelindung yang membuat Hawkins dan rajwali menjadi tidak terlihat. Goblin Hitam terpaksa memejamkan matanya dan ketika ia berhasil melihat kembali, ketapel terakhir berhasil dihancurkan dan rajawali telah terbang kembali ke udara. Hawkins telah berhasil menjalankan tugasnya dengan sukses.
Darah menetes dan terbang rajawali semakin rendah. Sebuah panah! Sebuah panah menancap di sisi sayapnya yang berkilau ditimpa cahaya matahari. Ia berusaha terbang dengan susah payah namun terbangnya terus semakin rendah dan melambat. Hawkins juga tidak berdaya mengendalikan Sang Rajawali akibat lukanya yang beracun. Suara desauan angin terdengar dari belakang Hawkins dan belum sempat ia menoleh, sebuah Kapak besar menghantam Rajawali. Pekikan keras kesakitan terdengar hingga ke Pintu Gerbang WhiteStone dan Sang Rajawali, Si Penunggang Angin jatuh dari langit menghantam bumi dengan kerasnya. Gnorr menangkap kembali kapak terbangnya dan segera berlari meninggalkan barisan pasukan Goblin untuk mendekati mangsanya yang terkapar tak berdaya.
Hawkins berusaha untuk bangkit tetapi tubuhnya terasa begitu berat dan pandangannya menjadi buram. Ia hanya sekilas mendengar suara langkah kaki Gnorr dan melihat cahaya yang terpantul dari kapak besarnya. Kapak itu diangkat tinggi – tinggi dan diarahkan ke lehernya. Gnorr akan segera memenggal kepala Hawkins. Namun tiba – tiba sebuah cakar menyerang Gnorr dari belakang. Gnorr terjatuh dan ketika ia berbalik, ia melihat rajawali sudah siap menyerang wajahnya dengan cakar yang tajam. Pekikan Rajawali kembali terdengar. Belum sempat serangan cakarnya menghanjar Gnorr, tubuh rajawali telah terkena semburan racun dingin dari Ular Gnorr yang berusaha melindungi tuannya. Gnorr segera bangkit dan mengayunkan kapaknya yang besar sekuat tenaga ke arah dada Sang Rajawali. Darah Sang Penunggang Angin pun menyembur deras dan membasahi bumi.
‘Tidak!’ Seru Hawkins yang baru saja menyadari apa yang terjadi. Sang Penunggang angin telah jatuh dan tewas di tangan Gnorr, The Ice Serpent Master.

Bab 35. Gnorr yang Bertarung hingga Akhir

Hawkins segera mengambil kesempatan untuk meraih kembali tombaknya dan mengayunkan angin badai ke arah Gnorr yang masih membelakanginya setelah berhasil menghabisi Rajawali. Gnorr terangkat jauh ke angkasa akibat hembusan angin badai yang dashyat dan terjatuh terhempas ke tanah dengan keras. Hawkins berniat melemparkan tombaknya untuk membunuh Gnorr namun Sang Ular menghantamkan ekornya ke Hawkins dan menyemburkan racun dinginnya. Hawkins tidak lagi dapat bangkit. Ia jatuh berlutut kehabisan tenaga dengan tubuh yang membeku. Gnorr bangkit dengan menahan sakit lalu melemparkan kapaknya ke arah Hawkins yang tidak lagi dapat bergerak sedikit pun. Hawkins memejamkan matanya menanti ajal menjemput.
Tiiingg! Suara baja beradu dengan benda keras. Hawkins membuka matanya. Ia masih hidup dan dilihatnya Flarion telah berdiri di hadapannya dan mengenakan Jubahnya yang berkilauan. Flarion telah menahan kapak Gnorr untuk menghabisi Hawkins. Fleric dan Flivia segera membawa Hawkins ke tempat yang aman dan merawatnya. Sementara Elrica berdiri di sisi Flarion sambil menggenggam Pedang Rembulan dengan erat sementara Merry menyiapkan busur dan anak panahnya dari belakang Flarion. Pasukan Goblin sudah semakin dekat.
‘Kau!’ Seru Gnorr yang mengenali Flarion,’ Pertempuran kita yang terdahulu sepertinya akan dituntaskan hari ini!’ Gnorr segera maju menyerang Flarion dengan kekuatan penuh pada Kapaknya. Gnorr bermaksud melakukan serangan jarak dekat dengan mengayunkan kapaknya sekuat tenaga menembus Jubah Flarion. Tetapi Elrica maju terlebih dahulu dan menyerang Gnorr. Mau tidak mau Gnorr mengayunkan kapaknya membelah Elrica dan kapak itu hanya membelah udara. Bayangan! Elrica yang sebenarnya telah berlutut di belakang Gnorr dan menusuk kakinya. Gnorr berteriak kesakitan.
Sang ular berusaha maju namun Flarion menghalanginya dengan tinju cahayanya yang tepat menghajar kepalanya. Ketika Flarion berbalik untuk membantu Elrica, Sang Ular telah membelitnya dengan erat. Ular itu mencegah agar Flarion membantu Elrica membunuh Gnorr. Namun Flarion tidak dapat dihalangi. Tangan kanan Flarion mengeluarkan api Phoenix yang luar biasa panas. Sia – sia bagi si ular untuk menahan panas yang memancar begitu dashyatnya bahkan racun es nya pun tidak dapat menandingi kekuatan Phoenix, Sang Penguasa Api. Belitannya pun melemah dan kembali sebuah tinju menghajar kepala Sang Ular.
Gnorr yang tertatih – tatih berusaha menghindar serangan Elrica namun aura dingin dari Pedang Rembulan membuat gerakannya menjadi lebih lambat dari biasanya dan luka di kakinya menjadi semakin perih. Elrica segera mengayunkan sebuah serangan cepat untuk menikam jantung Gnorr namun tiba – tiba sebuah anak panah hitam melesat menghalangi serangan itu. Anak panah kedua menyusul tanpa memberi kesempatan Elrica untuk menghindar dan mengarah ke lehernya. Namun sebuah anak panah juga meluncur dan beradu dengan anak panah hitam Goblin yang beracun. Anak Panah hitam itu pun meleset dan terbelah dua. Merry berhasil menyelamatkan Elrica dengan anak panahnya. Namun Gnorr juga sudah berhasil menjauh dari Elrica dan mengambil jarak aman.
‘Pasukan Goblin datang! Semua mundur kembali ke benteng!’ Seru Merry. Teriakan Merry mencegah Elrica untuk mengejar dan menghabisi Gnorr yang terluka. Elrica memutuskan untuk mundur bersama dengan Merry. Bagaimana dengan Flaron? Begitu mendengar aba – aba dari Merry, ia pun mengambil langkah mundur tetapi sungguh malang, Sang Ular telah bangkit dan kembali membelitnya. Flarion terjebak. Merry dan Elrica yang menyadari hal tersebut segera berbalik untuk membantu.
‘Mundur!’ Seru Flarion,’ Segera berlari ke benteng! Aku akan segera menyusul setelah membakar makhluk terkutuk ini. Jangan mendekat atau kalian juga akan ikut terbakar!’ Merry masih terlihat ragu – ragu untuk meninggalkan Flarion namun ketika api mulai menyembur dari tangan Flarion maka ia pun tidak dapat tinggal diam di sana. Merry dan Elrica segera berlari menuju Benteng WhiteStone.
‘Phoenix Flare!’ Seru Falrion sambil terus meningkatkan kekuatan api Sang Phoenix sampai mencapai titik maksimal. Flarion benar – benar akan menciptakan ledakan yang besar. Ledakan ini akan melukai banyak Goblin dan pasukan lawan namun dirinya akan aman terlindung oleh perisai dari Faith Armor, Jubahnya yang anti sihir termasuk api Phoenix. Meski telah terbakar hebat, Sang Ular tidak mengendurkan belitannya dan Gnorr yang telah terluka datang mendekati Flarion sambil membawa Kapaknya yang besar. Ia mendekat dengan mata yang berapi – api.
‘Inilah saatnya! Akan kubayar hutang darah kepada Garanox dengan serangan terakhirku! Matilah Kau, Flarion!’ Teriak Gnorr sambil mengayunkan Kapak raksasanya dengan segenap kekuatan yang terakhir. Hasilnya sungguh luar biasa, di luar dugaan siapapun juga terutama Flarion. Kapak Gnorr yang diayunkan demikian kuat menyebabkan ledakan api yang amat sangat dashyat. Ular dan kapak Gnorr hancur berkeping – keping namun pada saat yang bersamaan kekuatan Faith Armor juga berhasil ditembus dan dalam sekejap saja berubah menjadi cahaya yang terpencar - pencar. Ledakan Api Flarion kini menjadi senjata makan tuan. Faith Armor yang berubah menjadi cahaya tidak dapat melindungi Flarion dari amukan api. Gnorr dan Flarion sama – sama terbakar hebat namun untunglah cahaya The Faith Armor berhasil menyatu kembali dan memadamkan api di tubuh keduanya. Gnorr beruntung tidak terbakar habis karena saat cahaya Faith Armor bersatu, ia berada dalam posisi memegang Flarion sehingga api di sekujur tubuhnya pun ikut terpadamkan oleh Faith Armor yang berhasil menyatukan diri. Namun keduanya terbaring lemas, tak berdaya sementara Pasukan Goblin telah tiba.
Sebuah tombak diarahkan kepada Flarion. Val’ark, The Bloodhunter, pimpinan para Vampir telah tiba. Ia tersenyum memandang Flarion yang telah tidak berdaya. ‘Akhirnya kejayaan ada di tanganku!’ Seru Val’ark. Ia pun tertawa buas. Dan ketika ia akan menusukkan tombaknya ke dada Flarion tiba – tiba Flarion bergerak dan mengeluarkan cahaya dari tangan kanannya. Saat itu juga Flarion maupun Gnorr menghilang. Teleport! Dalam sepersekian detik Flarion telah membuka gerbang teleport dan lenyap di dalamnya bersama – sama dengan Gnorr yang saat itu pingsan dalam keadaan menggenggam tangan Flarion.
Teriakan kemarahan dan kekecewaan Val’ark terdengar nyaring. Mangsa telah berhasil meloloskan diri begitu saja dari tangan The Bloodhunter.

Tidak ada komentar: