Selasa, 11 Maret 2008

The Chronicle of Flarion (21-25) By: Junaidi Halim

Bab 21. Teleport Portal Sang Phoenix

‘Rahasianya terletak pada ke -4 pohon, masing - masing di Utara, Selatan, Timur dan Barat,’ Merry memberi penjelasan,’ tetapi masalahnya kita tidak tahu apa yang harus dilakukan.’
‘Mungkin kita harus meruntuhkan ke-4 pohon itu,’ saran Hawkins.
‘Jangan! Ke-4 pohon itu adalah pilar dari Hutan Sihir ini. Jika ditebang maka Hutan ini akan musnah dan kita juga ikut musnah di dalamnya,’ Lyrian menyanggah saran Hawkins. Mereka semua tertunduk tanpa mengerti apa yang harus dilakukan lagi.
‘Flinch!’ Seru Flarion tiba – tiba,’ Lyrian, kau bilang ayahmu dapat keluar – masuk Hutan Sihir untuk membawakan kau dan ibumu makanan juga buku – buku, benarkah itu? Bagaimana dia melakukannya?’
‘Teleport! Ayah yang menciptakan Hutan Sihir ini dengan The Darkness Scepter. Dengan Tongkat Kegelapan itu, Ayah bisa melakukan teleport masuk ke dalam Hutan Sihir ini,’ Lyrian menjelaskan kepada yang lainnya,’ Namun Teleport adalah kemampuan yang sulit dipelajari. Tingkat kesulitan yang dibutuhkan untuk melakukannya di setiap tempat berbeda. Hutan Sihir ini penuh dengan kekuatan magis. Dibutuhkan tenaga magic yang sangat besar dalam melakukan teleport keluar masuk begitu saja dari tempat ini. Dan rasanya tanpa Tongkat Kegelapan itu sendiri, tidak mungkin Mage sehebat apa pun bisa melakukan teleport keluar – masuk Hutan Sihir seperti ini.’
‘Sehebat itukah tempat ini sehingga Mage sekuat Flinch pun tetap membutuhkan Tongkat Kegelapan untuk melakukan teleport?’ Tanya Flarion penuh dengan keraguan dan keputusasaan untuk dapat keluar dari Hutan Sihir.
Lyrian menghela nafas,’ Mungkin hanya Sang Penguasa Api yang bisa melakukan teleport keluar – masuk hutan sihir seperti ini tanpa butuh bantuan The Darkness Scepter. Karena menurut legenda kuno, Phoenix, Sang Penguasa Api adalah satu – satunya makhluk yang selalu terlahir kembali dari debu dan bisa berpindah tempat kemana pun ia mau. Tidak ada sihir yang mampu menghalangi Makhluk Legendaris ini.’
‘Ide gila!’ Hawkins tertawa,’ Bagaimana caranya kita memanggil Phoenix kemari? Lagipula Bangsa bodoh mana yang mau bertatap muka dengan Phoenix? Siapa yang dapat tahan terhadap Api Abadi yang terus memancar dari tubuh Burung Sang penguasa Api tersebut? Mungkin hanya Naga – Naga kuno penguasa 5 unsur yang mampu menghadapinya.’
‘Summoning! Bagaimana jika kita memanggil Phoenix dengan magic summoning?’ Flarion mencetuskan ide.
Semua ternganga heran. ‘Apa kau sudah gila?’ Tanya Lyrian,’ Apa kau pikir Phoenix sama seperti hewan ternak kecil yang dapat aku panggil begitu saja? Walaupun aku belajar 100 tahun lagi juga tetap tidak akan mampu memanggilnya. Lagipula apa kau mau membunuh kita semua dengan menantang Sang Penguasa Api? Dia sama sekali bukan hewan jinak dan sangat liar. Dengan api abadinya, Ia akan menghabisi dan membakar kita semua? Apa itu yang kau pikirkan?’
‘Tak ada salahnya dicoba, kan? Jika tidak ada jalan keluar, pada akhirnya kita semua juga akan tetap mati di sini tanpa perjuangan,’ kata Flarion.
‘Yah, tapi setidaknya kita bisa hidup bahagia walau terkurung dalam hutan ini, kan?’ Kata Lyrian menatap Flarion penuh harap,’ aku takut akan kematian. Kematian adalah misteri yang tak pernah terungkap sebelum kita sendiri mengalaminya.’
‘Tak ada yang perlu ditakuti dari kematian asal kita punya keyakinan bahwa ada kehidupan setelah kematian, bahkan ada kehidupan abadi yang penuh dengan kemuliaan asalkan kita mengenal siapa Dia yang mencipta kehidupan,’ Jawab Flarion dengan lirih,’ Tapi adalah kemalangan besar jika kita menyerah begitu saja tanpa pernah mencoba untuk tetap hidup dan melakukan lebih banyak lagi untuk kebenaran dan kedamaian dunia.’
‘Aku ikut denganmu. Aku tidak mau mati konyol karena usia tua di hutan terkutuk ini,’ Kata Elrica. Merry dan Hawkins pun menganggukkan kepala memberi persetujuan. Hanya Lyrian yang masih tertunduk lemas dan kuatir.
‘Tidak mudah meninggalkan rumah yang sudah kau tempati sejak kecil, Lyrian. Namun kami tidak akan pergi dari hutan ini tanpa dirimu. Ingat, kita adalah teman seperjuangan bahkan lebih dari itu, kita adalah keluarga sekarang. Kami tidak akan pergi jika kau tidak mau,’ Kata Flarion menguatkan hati Lyrian. Lyrian mengangkat wajahnya menatap Flarion dengan mata berkaca – kaca.
Ritual untuk memanggil Sang Penguasa Api pun dimulai. Lyrian mempersiapkan diri selama seminggu untuk ritual ini. Yang lain berusaha membantu sebisanya dengan mengumpulkan bahan – bahan sihir yang akan digunakan. Mereka akan mencoba sesuatu yang tidak berani dicoba oleh siapapun sebelumnya bahkan oleh nenek moyang mereka yang terhebat sekalipun. Seminggu, dan pada akhirnya persiapan itu pun selesai.
‘Oke, jadi beginilah rencana kita. Dengarkan baik – baik. Aku akan memanggil Phoenix dengan summoning magic. Jika berhasil, phoenix akan muncul dari dalam kuali besar itu. Yang harus kita lakukan adalah bersembunyi. Semoga saja Sang Phoenix yang kebingungan tidak mencari kita melainkan menciptakan portal untuk melakukan teleport keluar dari Hutan Sihir ini. Begitu portal itu muncul, kita harus berlari secepat mungkin ke dalam portal itu dan kita akan teleport ke luar hutan ini, entah kemana,’ Jelas Lyrian,’ Ingat! Kita harus cepat pergi sebelum portal lenyap dan sebelum Phoenix masuk terlebih dahulu ke dalam Portal karena begitu Phoenix menyentuh Portal, secara otomatis pintu Portal akan segera lenyap. Ritual ini hanya bisa aku lakukan sekali karena bahan – bahan ritualnya sangat langka. Tidak akan ada kesempatan kedua. Kita harus berhasil!’
Akhirnya ritual pun dimulai. Flarion merasa sangat was – was dan suasana menjadi begitu hening. Flarion pun memulai ritual kecilnya sendiri, berdoa seperti hal nya dulu Jeff dan Nyonya kerapkali melakukannya setiap menghadapi masalah. Cahaya api yang berdesis dan warna – warni keluar dari kuali yang digunakan oleh Lyrian. Lyrian sendiri terus mengucapkan mantera dan mulai berkeringat seakan – akan tenaganya habis terkuras oleh ritual itu sendiri.
‘Aku butuh tambahan tenaga!’ Seru Lyrian,’ letakkan semua tangan kalian di tepi kuali!’ Flarion dan yang lainnya maju ke depan dan segera meletakkan tangannya di tepi kuali sesuai perintah Lyrian dan saat itu juga kekuatan mereka seperti terhisap masuk ke dalam kuali. Api pun semakin membesar dan semakin banyak warna yang memancar keluar. Tiba – tiba api pun padam seketika dan ruangan menjadi gelap.
Lyrian mendesah pelan,’ Maaf, teman – teman, aku rasa aku telah gagal.’ Semua pun terdiam lemas dan mulai berbalik meninggalkan tempat ritual. Namun tiba – tiba terdengar desisan api. Flarion berbalik dan yang lain pun melakukan hal yang sama. Desisan api terdengar semakin keras.
‘Sembunyi!’ Teriak Flarion pada yang lain dan sedetik kemudian kuali itu meledak dengan kekuatan dashyat luar biasa. Api sepanas neraka muncul dari dalam kuali dan membakar segala sesuatu yang berada di dekatnya. Hutan yang gelap menjadi terang benderang. Pekikan Sang Penguasa Api membuat Hutan Sihir bergetar. Sang Phoenix telah terpanggil dan dilahirkan kembali.
Flarion dan kawan – kawannya bersembunyi tanpa bersuara. Mereka menahan nafas dan sakit akibat panas yang begitu menyengat. Flarion merasakan seluruh tubuhnya melepuh karena aura panas yang luar biasa. Sang Penguasa Api sungguh benar – benar mengerikan. ‘Cepatlah pergi!’ Rintih Flarion dalam hati. Ia tidak tahu sampai kapan mereka semua dapat bertahan di hadapan Phoenix api.
Sang Phoenix melihat sekelilingnya. Ia tampak marah dan mencari siapapun yang telah berani memanggilnya ke tempat ini. Sang Phoenix tidak menemukan siapa pun dan Ia pun kembali memekik dengan keras sambil membentangkan sayap apinya. Aura Api tersembur begitu dashyat. Hampir saja Flarion dan yang lainnya tidak tahan dari serangan panasnya. Namun mereka berhasil meneguhkan diri untuk tidak keluar dari tempat persembunyian masing – masing.
Sang Phoenix mulai tenang dan aura api nya pun meredup. Ia mulai bernyanyi merdu dan tiba – tiba saja sebuah portal muncul di hadapan Sang Penguasa Api. ‘Sekarang!’ Seru Lyrian memberi komando yang segera berlari menuju Portal. Sang Phoenix terkejut dan terdiam sesaat kebingungan. Lyrian berhasil menembus portal dan disusul oleh Hawkins dan Merry yang menunggang rajawali. Namun sial bagi Elrica dan Flarion, Sang Phoenix menyemburkan apinya ke arah mereka berdua saat selangkah akan memasuki portal. Elrica terpaksa berbalik dan menggunakan ‘Ice Crasher’, mengubah udara di hadapannya menjadi perisai es. Perisai es itu langsung pecah melumer seketika itu juga namun berhasil menahan Api Sang Phoenix. Mereka beruntung Phoenix telah meredakan aura panasnya sehingga serangan apinya hanya mencapai 10% dari kekuatan sebenarnya.
Phoenix tidak lagi memberi kesempatan bagi kedua makhluk ini. Ia pun memekik marah dan Aura Api dari tubuhnya memancar dengan maksimal. Elrica yang berdiri tepat di hadapannya terlempar ke udara dan terbakar. Untunglah ia sempat memadamkan api yang membakar dirinya dengan Aura dingin Pedang Rembulan namun ia segera pingsan akibat luka bakar yang hebat. Saat perhatian Sang Phoenix teralih oleh mangsanya yang pingsan, Flarion berlari ke arah Elrica secepat mungkin dan segera memapahnya. Pintu Portal! Astaga, pintunya mulai mengecil dan akan segera lenyap.
Phoenix sekarang berdiri dengan gagah di hadapan Flarion yang bahkan tidak bisa menggunakan kedua tangannya karena sedang memapah Elrica yang pingsan. ‘Apa yang harus aku lakukan!’ Pikir Flarion panik,’ Waktunya tidak banyak lagi! Aku harus cepat atau kami berdua akan mati sia – sia.... Faith!!!’ Flarion berteriak keras. Phoenix menyemburkan api nya secara maksimal dan ketika itu juga Tubuh Flarion bersinar kembali. Bersinar begitu terang hingga Sang Phoenix pun terpaksa memejamkan matanya. Api yang dashyat bahkan tidak dapat membakar Flarion dan Elrica karena cahaya keemasan itu menyelimuti mereka berdua.
‘Kita berhasil!’ Seru Flarion kegirangan. Namun phoenix tiba – tiba saja kembali menyerang. Kali ini ekornya membelit kaki kanan Flarion sehingga ia pun jatuh terjerembab. Namun di detik – detik terakhir, Flarion masih sempat melemparkan tubuh Elrica ke dalam Portal sebelum pada akhirnya portal itu pun tertutup. Sekarang Flarion tertinggal sendirian bersama seekor Phoenix yang sedang mengamuk.

Bab 22. Logam Melawan Api

Cahaya Pelindung! Hanya ini satu – satunya harapan Flarion. Cahaya yang menyelimuti Flarion membuatnya menjadi ‘anti api’ sehingga ia bisa meredam panas yang terpancar dari seluruh tubuh Sang Phoenix, Penguasa Api Abadi. Tapi sayang ternyata Cahaya Pelindung tidak melindungi terhadap serangan fisik. Ekor Phoenix yang pada awalnya hanya membelit kaki Flarion mulai membelit seluruh tubuhnya dan ikatannya juga semakin kencang. Flarion merasa tubuhnya diremukkan secara perlahan, sakitnya luar biasa. Flarion berteriak namun tidak ada suara yang keluar. Ia tidak bisa bernafas. Dadanya mulai sesak dan kesadarannya perlahan menghilang.
‘Flarion anakku, bangkitlah, belum saatnya kau pulang ke rumah keabadianmu. Belum Saatnya!’ Suara yang tidak asing itu terdengar. Suara yang penuh dengan kekuatan, kelembutan dan kedamaian. Suara yang berasal dari dalam hatinya, dalam jiwanya dan dalam keyakinannya. The One!
Flarion membuka matanya dan berseru menantang Phoenix,’ Demi The One yang disembah ayahku, aku akan terus bertahan. Aku tidak takut padamu, Wahai Penguasa Api karena Dia lebih kuat daripadamu!’ Tubuh Flarion bersinar lebih dashyat dari sebelumnya. Ia merasakan seluruh darah dan ototnya menjadi panas, dipenuhi energi yang ingin meledak keluar. Sang Phoenix juga tidak mau menyerah, terus membelit Flarion semakin kuat dan saat itulah Cahaya di sekujur tubuh Flarion berubah bentuk menjadi Jubah Tempur, The Faith Armor. Flarion memakai Jubah Tempur Unsur Logam yang legendaris, The Faith Armor yang konon mampu menangkal semua jenis Magic dan Unsur Alam.
Tenaga Flarion menjadi berlipat ganda. Ia memaksimalkan kekuatannya dan perlahan melepaskan diri dari belitan ekor Phoenix. ‘Iron Fist!’ Seru Flarion mengayunkan tinjunya dan sebuah sinar keemasan melesat dari tangan kanan Flarion memukul tepat kepala Sang Phoenix.
Phoenix pun mundur ke belakang, terkejut akibat serangan mendadak dari lawannya. Walau tidak terluka sedikit pun, Phoenix menjaga jarak terhadap lawannya yang satu ini. Ia sama sekali tidak menyangka ada manusia yang bisa menahan dan menghadapinya seperti ini. Phoenix telah kehilangan akal untuk dapat menghabisi makhluk kecil di hadapannya.
Flarion melancarkan serangan bertubi – tubi dengan tinjunya, The Iron Fist. Tidak hanya satu pukulan melainkan puluhan dan ratusan pukulan. Dengan Jubah Tempur Faith Armor, kekuatan dan kecepatan Flarion bertambah menjadi puluhan kali lipat. Namun Sang Phoenix hanya memekik ringan tanpa merasakan serangan yang berarti. Tinju Flarion hanya seperti serangan lalat kecil yang sama sekali tidak bisa melukai tubuhnya yang terbuat dari api abadi. Flarion sendiri juga sudah kehabisan akal. Mereka berdua hanya dapat bertahan tanpa bisa saling melukai satu sama lain.
‘Tinju sekali lagi, Flarion!’ Suara itu kembali terdengar. Suara Sang Maha Kuasa yang Flarion sebut dengan The One. Flarion ragu – ragu, tinju sebelumnya sama sekali tidak berguna. Bagaimana mungkin tinju dapat mengalahkan api? Logam bukanlah tandingan dari api. Hukum alam sudah menetapkan logam sekeras apa pun akan mencair jika dibakar oleh api. Logam tak akan pernah menang melawan api, demikian juga dengan tinju besinya, bukan tandingan bagi Phoenix Api.. ’Jangan ragu, anakku!’ Suara itu kembali terdengar menguatkan hati Flarion,’ Percayalah dengan keyakinan akan kata – kata Ku. Akulah pencipta alam dan hukum – hukumnya. Semua ada karena Aku berkehendak demikian. Tinjulah Phoenix itu sekali lagi!’
‘Iron Fist!’ Teriak Flarion mengeluarkan seluruh tenaganya berpusat pada tinjunya sendiri. Cahaya yang dashyat keluar dari tinju Flarion namun cahaya itu tidak lagi berbentuk tinju melainkan meruncing menyerupai sebuah pisau dan menikam dada Sang Phoenix. Entah bagaimana Phoenix yang terbuat dari Api, yang seharusnya sama sekali tidak akan terluka oleh logam maupun cahaya, tiba – tiba saja memekik kesakitan. Pisau cahaya itu telah melubangi dada sang Penguasa Api dan Jantung Inti Apinya keluar dari tubuhnya, jatuh ke telapak tangan Flarion.
‘Bagaimana mungkin?’ Tanya Flarion heran.
‘Apa yang tidak mungkin? Tidak ada yang mustahil bagi kehendak-Ku untuk terjadi. Jika Aku berkehendak logam akan menghancurkan api, siapa yang memiliki kuasa lebih dari pada –Ku untuk menghalangi kehendak-Ku. Bukankah Aku Sang Maha Kuasa yang kau yakini dan kau sembah?’ Suara itu kembali terdengar dalam hati Flarion,’ Sekarang Kau lah Penguasa Api dari Phoenix dan juga Logam dari The Faith Armor.’ Dan saat itu juga jantung Sang Phoenix meresap ke dalam tangan kanan Flarion. Tangan Flarion berubah menjadi kemerahan dan kini mampu mengendalikan unsur api juga Portal Teleport Sang Phoenix.
‘Apa dia mati?’ Flarion bertanya sambil menatap tumpukan abu yang tersisa dari Sang Phoenix yang legendaris,’ Bukankah seharusnya dia adalah Makhluk Abadi?’
‘Tidak! Tidak ada yang abadi selain Aku, anakku,’ Jawab The One,’ Tapi Phoenix memang belum waktunya untuk lenyap. Ia tetap hidup dalam lenganmu selama kau setia padaku dan tetap bersedia memperjuangkan kebenaran dengan lenganmu itu.’
‘Siapa aku? Mengapa The Faith Armor memilihku sebagai tuannya dan bagaimana mungkin kini aku juga jadi Penguasa Api? Bukankah sebelumnya aku hanya seorang pengemis dan pencuri?’ Tanya Flarion bertubi – tubi.
‘Aku memilihmu dan merancang hidupmu dalam kekekalan bahkan jauh sebelum Aku menciptakan Cahaya, The Holy Light dan Kegelapan, Lord of Darkness. Bukankah itu sebabnya kau dinamakan Flarion, diambil dari kata Flare (Nyala Api) dan Iron (Besi – Logam). Apa kau pikir sebuah kebetulan kau dibesarkan sebagai pengemis dan pencuri, diampuni dan dirawat Nyonya baik hati, bertemu Jeff dan mengenal semua teman – temanmu? Tidak! Aku sudah merencanakan yang terbaik untuk perjalanan hidupmu dalam rancangan-Ku. Percayalah Pada -Ku, Flarion!’

Bab 23. Jatuhnya Hutan Bangsa Peri

Flarion melakukan teleport untuk pertama kalinya dengan meminjam kekuatan Sang Phoenix yang tertanam pada lengan kanannya. Ia berhasil keluar dari Hutan Sihir namun ia tidak berhasil menemukan teman – temannya. Flarion tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia pun melangkah menuruti kata hatinya, yaitu menuju Kerajaan Bangsa Peri Hutan dengan harapan Elrica sudah kembali ke istananya.
Flarion kembali melakukan teleport dan tiba di depan gerbang Benteng Peri. Namun begitu ia menjejakkan kakinya ke tanah, sebuah pedang besar diayunkan ke arah lehernya. Beruntunglah Flarion, ia menggunakan The Faith Armor sehingga pedang itu pun patah menjadi dua. Goblin yang mengayunkan pedang itu pun tidak mendapat kesempatan kedua untuk kembali menyerang. Flarion segera mengayunkan ‘Iron Fist’ nya dan mematahkan semua tulang si Goblin. Namun Goblin itu tidak sendirian, 10 ribu Goblin dan ratusan Troll gunung berada di sekeliling Flarion, berusaha untuk menjatuhkan Benteng Peri. Kerajaan Bangsa Peri sedang diserang oleh Pasukan Kegelapan.
Flarion tidak tinggal diam. ‘Phoenix Flare!’ Seru Flarion lantang sementara dari telapak tangan nya Api Phoenix menyembur dengan dashyat, menghanguskan Goblin yang sedang berusaha mendobrak pintu gerbang. Flarion berdiri di depan Pintu Gerbang dan berusaha menghalangi siapapun untuk mendobrak masuk. Tinju Logam dan Api Phoenix mampu menahan serangan Pasukan Kegelapan. Namun puluhan tangga telah bersandar di sisi benteng dan para Goblin mulai memanjat naik. Panah – panah peri terus meluncur dan membunuh banyak Goblin maupun Troll. Namun jumlah yang tersisa masih sangat banyak dan perlahan – lahan mereka mulai memasuki Benteng.
Flarion tidak dapat melindungi semua celah. Ia terus bertahan di depan gerbang agar pintu Gerbang tidak ikut roboh dan semakin memudahkan Pasukan goblin untuk masuk. ‘Ice Frost!’ seru seseorang dan tiba – tiba saja angin dingin berhembus ke arah Flarion dan membekukannya. Seekor Ular Putih besar muncul di hadapan Flarion dan mendesis marah. Es yang membekukan Flarion dengan cepat mencair karena Api Phoenix dan cahaya The Faith Armor melindunginya dari dingin yang mematikan. Sebuah Kapak Besar melayang dan menghantam Flarion. The Faith Armor kembali meredam pukulan Kapak itu tetapi rasa sakitnya tetap terasa. Flarion terdorong ke belakang dan menghantam Pintu Gerbang Peri. Kapak itu pun kembali ke tangan seorang manusia berbadan besar. Ternyata Ular itu bukan satu –satunya musuh Flarion tetapi juga pawangnya.
‘Bagaimana rasanya Pukulan Kapak Terbang Gnorr, The Ice Serpent Master? Tanya manusia besar itu dengan nada mengejek. Flarion mengabaikan rasa sakitnya dan segera berdiri.
‘Iron Fist!’ Seru Flarion sambil mengayunkan tinjunya. Cahaya keluar dari tinjunya menuju ke arah Gnorr, manusia bertubuh raksasa itu. Namun Gnorr dengan mudahnya mengayunkan Kapak dan membelah tinju cahaya Flarion. Belum lagi Flarion sempat mengayunkan tinju lainnya, Ular besar Gnorr maju menyerang dan memukul Flarion dengan ekornya. Flarion terlempar ke belakang dan kembali menghantam Pintu Gerbang Benteng Peri hingga retak. Belum lagi Flarion menyentuh tanah, Kapak Gnorr kembali menghajarnya. Kali ini tidak dilemparkan melainkan Gnorr sendiri maju ke hadapan Flarion dan mengayunkan Kapak tersebut sekuat tenaga ke dadanya. Tubuh Flarion terdorong menembus Gerbang Benteng dan membuat lubang di pintu. Pintu Gerbang Benteng Peri jatuh hanya dengan sekali tebasan Kapak. Tenaga Gnorr memang benar – benar luar biasa!
Flarion bangkit sambil memegang dadanya. Sepertinya ia merasakan memar pada dadanya yang dihajar Kapak Gnorr. Seandainya saja ia tidak memakai Jubah Baja ‘The Faith Armor’, tubuhnya pasti sudah hancur berantakan. Gnorr dan ularnya berhasil memasuki Pintu Gerbang Benteng diikuti dengan banyak Goblin dan Troll. Pasukan Peri bergerak maju dengan pedang dan panah. Flarion pun ikut maju bersama – sama dengan mereka.
Ular es itu kembali menyemburkan racun es yang membekukan. Beberapa peri yang terkena racun akan mati membeku atau minimal menjadi lumpuh karena dingin. Flarion segera menyemburkan Api Phoenix ke arah kepala Sang Ular yang memaksanya menghentikan semburan racun esnya. Sebagai gantinya, sang Ular maju ke arah Flarion sambil membuka mulutnya untuk menelan Flarion bulat – bulat. Flarion dengan gesit menghindar dengan melompat ke atas dan balas mengayunkan tinju cahayanya untuk menghancurkan kepala Sang Ular. Namun lagi – lagi sebuah Kapak melayang dan membelah tinju cahaya Flarion. Gnorr datang menolong ularnya.
Flarion memandang Gnorr dan ularnya silih berganti. Ia tidak tahu dari kedua lawannya ini, siapa yang akan menyerang terlebih dahulu. Ia tidak boleh lengah sedikit pun atau nyawanya akan melayang. Walau mengenakan The Faith Armor tidak menjadikan Flarion manusia abadi yang tidak dapat terluka. Pukulan Combo dari Kapak Gnorr dan Sang Ular yang dilakukan berkali – kali mungkin saja dapat membunuhnya. Belum lagi masih adah ribuan Goblin dan Troll yang masih harus dikalahkan. Hal ini cukup membuat Flarion cemas dalam hatinya.
‘Istana terbakar! Istana terbakar!’ Selamatkan wanita dan anak – anak!’ Seru Para Prajurit terdengar. Rupanya Para Goblin meluncurkan panah berapi ke arah Istana Peri yang terbuat dari rangkaian Pohon berusia ratusan tahun. Api dengan cepat merambat. Teriakan wanita dan anak – anak terdengar dengan jelas. Flarion terpana memandangnya dan ia merinding... teringat akan Venetta... teringat akan nyonya dan teman – teman nya. Darahnya mendesir hebat dan tanpa menunggu lagi, Flarion memulai serangan.
‘Phoenix Flare!’ Seru Flarion dan Api pun menyembur dengan dashyat dari telapak tangannya. Namun tidak seperti sebelumnya, api yang keluar kali ini benar – benar Api yang dashyat dan menghanguskan. Aura panas yang ditimbulkan membuat Goblin berteriak ketakutan. Gnorr pun sempat terkejut dengan kekuatan tersembunyi dari sang lawan. Api yang Dashyat! Seakan – akan Phoenix sendiri yang hadir di dalam pertempuran ini. Kobaran api memenuhi halaman muka istana dan menghlanagi Goblin maupun troll untuk masuk ke dalam Istana.
‘Mundur!’ Teriak Flarion,’ Semuanya masuk ke dalam Istana!’ Para Prajurit Peri berhamburan masuk ke dalam istana untuk menyelamatkan diri, menghindar dari amukan api yang tiba – tiba memenuhi area pertempuran. Puluhan Goblin dan Troll hangus terbakar. Flarion masih sempat melihat Gnorr dan Ularnya berusaha memadamkan api dengan jurus es nya. Pintu Istana pun ditutup.
Flarion dan Bangsa Peri yang tersisa terkurung dalam istana yang juga terbakar. Istana tidak dapat bertahan lama. ‘Semuanya, dengarkan aku!’ Seru Flarion kepada Para Peri yang mulai panik,’ Aku akan menciptakan portal keluar dari Hutan Peri. Yang harus kalian lakukan adalah masuk ke dalam portal dan carilah tempat yang aman untuk bersembunyi. Wanita dan anak – anak masuk terlebih dahulu!’
Maka rencana Flarion pun dijalankan. Para Prajurit ikut membantu pelarian mereka bersama. Namun waktu mereka tidaklah lama. Pintu Istana dipukul dengan keras dan hampir roboh. Sepertinya Pasukan Kegelapan, Goblin dan Troll telah berhasil mengatasi keganasan Api dan kini berusaha untuk mendobrak masuk istana sementara masih banyak rakyat peri yang belum sempat memasuki portal.
‘Masuklah bersama rakyatku dan segera tutup portal itu , Flarion!’ Seru Panglima Peri, Pimpinan tertinggi dari prajurit Peri,’ Jangan biarkan mereka mengetahui bahwa Bangsa Peri Hutan melarikan diri melalui portal. Aku dan Prajurit Peri akan tetap di sini untuk menghalangi mereka sehingga kalian semua punya waktu untuk melarikan diri. Aku mohon pimpinlah Bangsa Peri ini ke Istana WhiteStone di Utara, Istana Peri Langit. Di sana mereka semua akan aman. Kupercayakan kepadamu Bangsa ini!’ Setelah itu Panglima Peri membawa seluruh anak buahnya untuk menahan pintu istana yang hampir roboh.
Pintu istana roboh juga pada akhirnya. Gnorr masuk pertama kali dan langsung memukul prajurit peri yang berada di dekatnya. Tak satu pun peri yang sanggup menghadapinya. Panglima peri pun tewas oleh kapak raksasanya. Goblin dan Troll menyerbu masuk istana, menghasbisi siapa saja yang coba menghalangi mereka. Flarion hampir berhasil mengungsikan seluruh rakyat peri. Hanya tinggal tersisa sedikit lagi. Namun Gnorr melihat portal itu dan matanya mendelik,’ Serbu Portal itu!’
Flarion menyadari bahaya saat melihat puluhan Goblin dan Troll besar menghampirinya. Namun panah – panah peri meluncur menghalangi Goblin dan Troll yang bermaksud menghancurkan portal. Pasukan Peri yang tersisa meluncurkan panah – panah tersebut tanpa henti walaupun di sisi yang lain pasukan Goblin membantai mereka dari belakang. Pasukan peri tidak berbalik dan terus fokus menghalangi siapapun yang bermaksud menghancurkan portal. Prajurit Peri terakhir telah tewas bersamaan dengan masuknya semua rakyat peri. Flarion pun segera melompat masuk diiringi dengan teriakan marah Gnorr dan pasukannya. Setelah Flarion masuk, seketika itu juga pintu portal tertutup. Lenyap!

Bab 24. Perjalanan menuju WhiteStone

Flarion tiba di padang rumput, sebelah utara dari Hutan Peri. Portal teleport langsung tertutup begitu Flarion melewatinya. Dan ia memandang ribuan Bangsa Peri yang berhasil selamat, namun mereka semua kebingungan kehilangan seorang pemimpin. Bangsa sebesar apapun tanpa seorang pemimpin akan segera hancur.
‘Siapa di antara kalian yang berani untuk maju sebagai seorang pemimpin sementara?’ Tanya Flarion sambil berseru lantang kepada seluruh Bangsa Peri,’ Seorang pemimpin akan bertanggung jawab membawa Bangsa ini ke Istana WhiteStone. Di sana kalian semua akan aman.’ Namun mereka semua menundukkan kepala. Sebagian Peri menggerutu menyesali nasib, sebagian lagi mengatakan tidak mampu sedangkan yang lainnya terdiam ketakutan. Tak satu orang pun yang bersedia menjadi pemimpin di saat yang sulit. Flarion mendesah,’ Jika tidak ada yang bersedia maka aku sendiri yang akan memimpin kalian selama perjalanan ini. Tetapi aku punya satu peraturan, semua Peri harus saling berbagi makanan dan air karena kita tidak punya waktu untuk berisitrahat. Pasukan Kegelapan masih mengejar kita dan mereka dapat menyusul kapan saja jadi setiap detik waktu adalah taruhan nyawa kita semua. Wanita, orang tua dan anak – anak berjalan di tengah sementara Pria yang masih dapat bertarung mengelilinginya dalam bentuk lingkaran. Jika kita semua harus mati, maka kita akan mati bersama di sini. Sekarang aku butuh seseorang yang dapat menjadi penunjuk jalan Ke Istana WhiteStone. Siapa yang dapat melakukan tugas ini?’
‘Biarlah hambamu ini yang mengambil beban tugas itu, Yang Mulia,’ jawab seorang Peri,’ Namaku adalah Fleric, wahai manusia yang mulia. Hamba adalah seorang pedagang yang sudah berulang kali pergi ke Kota WhiteStone. Istana WhiteStone berada di tengah – tengah kota tersebut.’ Flarion tersenyum mengetahui masih ada rakyat peri yang dapat membantunya. Mereka pun memulai perjalanan. Flarion dan Fleric berjalan di depan. Fleric mengatakan bahwa ini adalah perjalanan yang panjang, sekitar 10 hari dengan berkuda. Jika berjalan kaki mungkin bisa mencapai 20 hari atau bahkan lebih.
‘Seandainya saja aku tahu persis di mana kota tersebut berada maka aku dapat menciptakan Portal dan kita semua dapat melakukan teleport ke sana. Namun sayang, aku tidak pernah ke Kota WhiteStone, jadi aku tidak dapat membayangkan seperti apa kota itu,’ Kata Flarion membuka percakapan dengan Fleric.
‘Kota WhiteStone. Dahulu kami semua Bangsa peri tinggal di daerah itu. Namun ketika perbedaan timbul maka kami pun terpecah belah. Peri – peri yang menyukai kebudayaan dan pengetahuan membangun Kota besar yang diberi nama Az’Vitte dalam bahasa Peri yang kemudian lebih dikenal WhiteStone dalam bahasa umum dunia ini. Kota itu begitu indah dan kuat karena dibangun oleh batu alam dan kristal putih yang keras. Namun bagi kami, Peri yang menyukai keasrian hutan dan alam yang murni menentang pembangunan kota itu. Kami lebih menyukai hidup di tengah hutan, Pohon – pohon besar dan Padang yang luas. Akhirnya kami terpecah menjadi 2, Peri Hutan yang menyukai hidup di alam bebas dan Peri Langit yang menyukai hidup di dalam Kota yang megah. Peri Hutan pada akhirnya meninggalkan Az’Vitte dan mendirikan Kerajaan baru di tengah hutan,’ Fleric mengakhiri ceritanya.
‘Sayang sekali. Tak kusangka bahkan Bangsa Peri pun mengalami perpecahan seperti halnya Bangsa Manusia. Sungguh disayangkan. Seandainya dunia ini tidak terpecah belah maka kekuatan Pasukan Kegelapan pasti dapat dihadapi,’ Flarion menimpali cerita Fleric.
‘Kau pasti akan mengagumi Kota itu, hai, Manusia yang mulia. Di sana juga banyak gadis – gadis Peri yang cantik. Para Bangsawan Peri yang ahli ramuan dan sihir banyak terdapat di sana,’ Fleric berusaha mengalihkan pembicaraan ke arah yang lebih menyenangkan. Namun Flarion malah terdiam mendengar gadis, ramuan dan sihir. Flarion teringat Merry dan teman – temannya.
Telah berhari – hari Flarion berjalan bersama Bangsa Peri. Menurut hitungan Flarion sudah hampir 16 hari mereka berjalan. Persediaan makanan dan air mulai menipis. Bangsa Peri mulai gelisah dan kelelahan. Susah payah Flarion dan Fleric berusaha menguatkan hati mereka. Hingga akhirnya Bangsa Peri memutuskan untuk beristirahat. Mereka tidak lagi mengindahkan Flarion yang memaksa untuk terus berjalan karena musuh dapat menyerang kapan saja. Namun hati peri yang keras dan kelelahan tidak dapat dibujuk lagi. Malam itu mereka pun beristirahat.

Bab 25. Persiapan Peperangan Peri Langit

Langkah kaki... ratusan langkah kaki membangunkan Flarion dari tidurnya. Ada pasukan yang bergerak mendekati tempat peristirahatan mereka. Flarion mencium adanya bahaya dan Ia pun membangunkan Fleric, juga seluruh Bangsa Peri yang sedang asyik terlelap. Dengan seadanya mereka mempersiapkan senjata. Tongkat kayu, kapak untuk menebang pohon, pisau dan apapun juga digunakan sebagai senjata. Tak lama kemudian terlihat 200 – 300 Goblin datang menghampiri mereka dari arah Selatan. Namun pada saat yang bersamaan pula, dari arah Utara Flarion juga melihat Pasukan berkuda Para Peri... Pasukan Peri Langit.
Pasukan Peri Langit tiba terlebih dahulu ke tempat Flarion dan Bangsa Peri Hutan beristirahat namun mereka sama sekali tidak berhenti. Mereka terus maju dan langsung menyerbu Pasukan Goblin. Walau jumlah Pasukan Peri Langit sebanding dengan Pasukan Goblin tetapi mereka lebih unggul karena menggunakan kuda untuk bertarung. Namun Celaka! 200 – 300 Goblin itu hanya umpan. Serangan sebenarnya baru akan dimulai. 1000 Goblin tiba – tiba muncul dari segala arah dan mengepung Pasukan Peri Hutan. Mereka terkepung dan kalah jumlah. Tidak ada harapan untuk menang sama sekali.
Flarion menyadari posisi Pasukan Peri Langit yang terjepit. Ia pun segera berseru pada Rakyat Peri Hutan untuk maju berperang, membantu Pasukan Peri Langit. Namun hanya sebagian rakyat Peri Hutan yang menanggapi seruan Flarion. Sebagian lagi hanya memandang sinis dan yang lain menatap ragu. ‘Mereka adalah Peri Langit, Peri sombong yang nenek moyangnya telah membuat kita terusir. Untuk apa membantu mereka?’ Beberapa Peri Hutan menolak untuk bertarung. ‘Untuk apa kita mempertaruhkan nyawa untuk mereka yang tidak peduli kepada nasib kita?’ Kata yang lain.
Flarion tidak punya waktu untuk berdebat. Posisi Pasukan Peri Langit semakin kritis. ‘Aku tidak tahu jelas apa permusuhan kalian, Hai Bangsa Peri. Tapi yang kutahu saat ini kita menghadapi musuh yang sama yaitu Pasukan Kegelapan. Jika kalian tidak mau mati di sini maka inilah saatnya untuk melupakan dahulu permusuhan antara kalian dan kita saling membantu. Sekarang terserah kalian, mau tetap menonton pertarungan di sini sebagai pengecut atau bertarung sebagai seorang Ksatria Peri. Tunjukkan kehormatan kalian, Hai, Bangsa Peri Hutan!’ Seru Flarion sambil berlari maju ke arena pertempuran. Fleric adalah Peri pertama yang tanpa ragu maju bersama Flarion dan disusul oleh hampir semua Bangsa Peri Hutan. Mereka maju dengan tekad yang membara.
Serangan yang tidak terduga ini mengacaukan kepungan Bangsa Goblin. Jumlah Rakyat Peri Hutan yang banyak berhasil membalikkan keadaan. Sekarang Bangsa Goblin yang terkepung dari luar dan dalam lingkaran. Dari dalam mereka harus berhadapan dengan Peri Langit sementara dari luar rakyat Peri Hutan mengepung mereka dengan rapat. Kepanikan dan kebingungan membuat serangan Pasukan Goblin tidak lagi efektif. Dalam waktu singkat Pasukan Peri berhasil menang dengan mudah.
‘Terima kasih banyak, Tuan Manusia dan tentu saja Bangsa Peri Hutan, saudaraku yang jauh,’ Sahut seorang peri kepada Flarion dan Fleric. Peri itu tampaknya adalah pimpinan dari Pasukan kecil ini. ‘Kami sungguh tak mengira rakyat Peri Hutan mau membantu Pasukan kami. Tapi memang di saat yang sulit ini kita harus saling membantu atau seluruh Ras Bangsa peri akan musnah oleh Pasukan Kegelapan,’ Kata Sang Pimpinan Pasukan Peri Langit.
‘Kau benar, Hai Peri pemberani. Bisakah kau membantu kami untuk memimpin Bangsa Peri Hutan ini sampai ke tempat tujuan kami, Istana WhiteStone?’ Tanya Flarion, mengharapkan bantuan dari Pasukan Peri Langit. Dengan adanya perlindungan Pasukan Peri berkuda maka perjalan mereka semua akan menjadi lebih mudah.
Pimpinan peri Langit menggeleng lemah,’ Maaf, Tuan dan Para Peri Hutan yang mulia. Kami semua mendapat perintah untuk segera kembali secepat mungkin ke Istana WhiteStone. Pasukan Kegelapan sedang bergerak cepat untuk menghancurkan kota. Oleh karena itu kami harus segera membangun pertahanan dan memulihkan kekuatan pasukan kami. Sungguh maaf, kami tidak dapat membantu. Perang besar akan segera terjadi di WhiteStone,’ Pimpinan Pasukan Peri memberi penjelasan,’ Kami akan terlambat datang jika harus menuntun kalian semua ke Istana WhiteStone. Mohon maaf.’ Pasukan Peri Langit pun meninggalkan Flarion dan Bangsa Peri Hutan.
Perang akan segera terjadi di WhiteStone. Bangsa Peri Hutan pun menjadi gundah. Mereka datang ke WhiteStone untuk mencari perlindungan tetapi sungguh tak dikira sebuah perang besar sedang menanti mereka di sana. Beberapa Peri bahkan mulai berpikir untuk mencari tempat perlindungan lain dan mulai memutar arah. Namun Flarion tetap pada keputusannya. Ia akan pergi ke WhiteStone. Kota itu sedang membutuhkan bantuan walau bantuan itu hanya beberapa Rakyat Peri tanpa senjata.

Tidak ada komentar: