Bab 86. Janji Sang Ksatria
‘Kerja bagus, Cephril,’ Kata Garanox melihat Cephril telah berhasil membunuh Leinor,’ Sekarang serahkan Orb Biru itu kepadaku!’
Cephril bangkit berdiri dan Knaurk juga telah siap untuk bertempur di belakangnya. Cephril memandang dengan tatapan benci kepada Garanox dan berseru menantang,’ Ambillah sendiri jika kau bisa merebutnya dariku!’
Garanox terkejut atas kelakuan Cephril dan Knaurk. ‘Pengkhianat busuk! Kubunuh kalian berdua!’ Seru Garanox sambil melontarkan cahaya hijau ke arah Cephril. Knaurk segera melontarkan halilintar sekuat tenaga untuk menghantam cahaya hijau sihir Garanox itu tetapi halilintar Knaurk hanya dapat mengurangi sedikit kekuatan sinar hijau itu. Cephril segera menahan cahaya itu dengan Trisulanya dan seketika itu juga Trisula Cephril patah menjadi dua. Serangan Garanox benar – benar dashyat.
Cephril dan Knaurk menjadi semakin ngeri dan tahu hidup mereka akan segera berakhir ketika dalam sekejap Garanox telah menciptakan ilusi. 100 Garanox telah mengelilingi mereka sambil mengarahkan tongkat sihirnya, The Darkness Scepter. Mereka tidak tahu mana Garanox yang asli dan dari mana serangan sebenarnya berasal. Dalam hitungan detik ratusan cahaya hijau meluncur dari segala arah. Detik selanjutnya Cephril dan Knaurk telah jatuh dengan tubuh hangus. Garanox tertawa kejam sambil membawa Orb biru dalam genggamannya.
Tapi pertarungan selanjutnya baru akan dimulai ketika Kong, Arachea, Redtail dan Agarach tiba di balairung istana dan menutup jalan keluar bagi Garanox.
‘Kau tidak bisa lari lagi, Penyihir busuk!’ Teriak Kong sambil memblokir pintu masuk balairung.
‘Bodoh! Kau pikir penyihir membutuhkan pintu untuk keluar masuk?’ Ejek Garanox sambil menciptakan portal. Ia bermaksud keluar dengan menggunakan teleport. Tapi sebuah serangan secepat kilat mengejutkan Garanox. Kong dengan berani mengarahkan pedangnya ke jantung Garanox.
Serangan itu membuat Garanox terpaksa membatalkan teleportnya dan segera mengerahkan kekuatan hitamnya untuk memblokir serangan Kong. Pedang itu langsung meleleh seperti mentega terkena sengatan panas mentari. Celaka bagi Kong yang terjebak karena serangan kilatnya dengan mudah dapat digagalkan oleh Garanox. Jarak Kong dan Garanox sudah terlalu dekat. Tanpa pedang, Kong sudah tidak ada harapan untuk dapat menyerang lagi dan Garanox sudah membaca mantera kembali. Angin Topan tiba – tiba saja bertiup dengan pusaran yang sangat kuat. Tongkat Garanox mengeluarkan cahaya hijau dan mengeluarkan angin yang luar biasa dashyatnya.
Arachea langsung membuat jaring laba – laba untuk mengikat dirinya sehingga tidak terhisap pusaran angin dan ikut tercabik – cabik. Redtail menggunakan ekornya untuk berpegangan pada sebuah tiang utama balairung istana sementara Agarach langsung menggali lubang dan masuk ke dalam tanah untuk bersembunyi dari amukan Sang Topan. Namun bagaimana dengan Kong? Serangan ini sangat fatal baginya karena jaraknya yang terlalu dekat dengan sumber sihir dan ia tidak memiliki alat untuk melarikan diri. Kong menerima dengan telak serangan itu. Tubuhnya terombang – ambing di udara, tercabik – cabik oleh kuatnya angin, tidak dapat bernafas dan terbentur – bentur oleh batu - batuan yang ikut terhisap oleh pusaran Topan Sihir Garanox.
Tiupan angin pun berhenti. Garanox telah hilang seketika. Ia berhasil melarikan diri dengan sihirnya. Arachea segera menghampiri Kong yang terjatuh, disusul oleh Redtail dan Agarach yang memburu untuk melihat keadaan Kong. Kong, Ksatria yang berani telah tewas. Sebagian besar tulangnya patah dan kulitnya tergores di sana – sini akibat ganasnya serangan Topan Garanox namun tangannya menggenggam sesuatu dengan erat. Sebuah bulatan hitam. Tak disangka saat Kong mendekati Garanox, ia memiliki rencana lain yaitu mencuri secara diam – diam The Black Orb. Garanox yang menyangka Kong maju untuk menyerang sama sekali tidak sadar salah satu Orbnya berhasil dicuri dari tangannya.
Arachea menunduk sedih namun dengan hormat memandang jenazah Kong dan berkata lirih,’ Hukumanmu sudah selesai, saudaraku Kong. Bangsa Manusia sudah menunjukkan kehormatanmu melalui keberanianmu dalam menepati janji. Sekarang The Black Orb akan kami jaga dengan seluruh nyawa kami. Kematianmu tidak akan sia – sia. Selamat jalan, Ksatria Serangga dari Bangsa Manusia, Kong.’
Bab 87. Orb yang Terkumpul
Garanox keluar dari Atlantis dengan kemenangan. The Blue Orb kini telah dimilikinya. Dengan begitu impiannya untuk membebaskan The Lord of Darkness akan segera menjadi kenyataan. Garanox segera mendekati Pasukan Manusia Serigala yang sudah berbaris di hadapannya dengan tatapan mata marah terutama WolfGod, The Master yang menyimpan kemarahan begitu besar kepada Garanox.
‘Lihat apa yang terjadi, penyihir busuk!’ Seru WolfGod,’ Kau katakan akan membantu kami dengan kekuatan sihir namun kau sama sekali tidak ikut bertempur bersama kami. Karena bergabung dalam Pasukan Kegelapanmu, Bangsa kami sudah kehilangan 5 Jenderalnya dan hanya aku yang tersisa. Lalu apa imbalan untuk kami? Hanya 2 bola aneh yang tidak ada artinya!’ WolfGod menunjukkan 2 orb, The White Orb dan The Green Orb milik Bangsa Peri yang sebelumnya dipegang Fleric.
Garanox tersenyum remeh memandang WolfGod seakan – akan tidak mendengar apa yang diserukan oleh Manusia Serigala itu. Garanox pun berkata,’ Serahkan Orb itu padaku!’
Merasa diremehkan, WolfGod pun langsung mengamuk dengan menyerang Garanox. Di bawah efek cahaya bulan dan kemarahan yang luar biasa, kekuatan WolfGod menjadi berlipat seratus kali lipat setingkat dewa. Serangannya benar- benar mengerikan. WolfGod melompat dan siap menerkam Garanox tetapi tiba – tiba serangn itu terhenti di udara. WolfGod mematung di udara dan tak bisa bergerak lebih jauh. Ada suatu kekuatan yang menahannya untuk terus bergantung di udara dalam keadaan melompat. Garanox pun segera berlutut dan seorang wanita muda muncul begitu saja dari udara.
Ia berpakaian jubah serba putih dengan lambang mata emas tercetak besar di jubahnya tersebut. Sebagian wajahnya tersembunyi di balik jubah sehingga hanya terlihat sebagian hidung, pipi dan mulutnya saja sementara matanya tersembunyi. Walau begitu dapat dipastikan wanita itu begitu cantik dan dingin, tanpa emosi. Ia berjalan dengan langkah ringan dan walaupun matanya tertutup jubah, sepertinya ia sama sekali tidak kesulitan untuk melihat keadaan di sekitarnya.
Garanox pun gemetar saat wanita itu mendekatinya dan mengucapkan salam,’ Terima hormat hamba, Watcher yang mulia!’
Wanita yang disebut The watcher itu pun tersenyum dan membalas,’ Garanox, sungguh tidak sia – sia ayahku melatih dirimu menjadi Mage terkuat dan kelak ramalanku akan terbukti bahwa kau akan menjadi penguasa dunia setelah kebangkitan Lord od Darkness.’ Garanox tersenyum bangga mendengar hal itu namun The Watcher meneruskan kata – katanya,’ Tapi... itu semua jika kau tetap setia padaku, Garanox. Jika tidak maka kau akan mengalami hal yang sama dengan Serigala – serigala ini!’
Entah bagaimana tiba – tiba lambang mata emas terbentuk di udara dan setiap Manusia Serigala yang melihat tanda itu langsung terbentuk lambang mata emas di dahinya masing – masing. Sedetik kemudian teriakan dan raungan terdengar keras di mana – mana. Manusia Serigala berguling – gulingan di pasir. Mereka memuntahkan darah dan suara tulang – tulang dipatahkan terdengar begitu jelas. Kulit mereka tercabik – cabik dengan sendirinya. Hal sama juga menimpa WolfGod yang masih tergantung di udara. Kekuatan setingkat dewa pun tetap tidak dapat menyelamtakan dirinya dari jurus ‘Eye of Doom’. Jurus yang sebelumnya hanya pernah digunakan oleh Sang Penguasa Kegelapan sendiri, The Lord of Darkness.
Garanox menelan ludahnya dengan gemetar menyaksikan kekuatan yang benar – benar mengerikan itu. The watcher melakukan kutukan demikian kuat tanpa memerlukan tongkat sihir apapun. Kekuatannya jauh di atas dirinya. Entah bagaimana Flinch dapat membesarkan anak yang begitu mengerikan seperti ini.
‘Hati – hati dengan pikiranmu, Garanox!’ Seru The Watcher,’ Mataku mungkin buta tetapi mata hatiku dapat membaca pikiran kotormu!’ Garanox langsung menyembah hingga mencium pasir ketika ditegur oleh The Watcher. Ia begitu ketakutan setengah mati. ‘Sekarang serahkan kepadaku Orb – orb yang sudah kaukumpulkan! Waktu kita terbatas. Saat Matahari lenyap ditelan Kegelapan, maka itu adalah satu – satunya waktu yang dapat membebaskan Sang Master. Jika kita gagal maka, kita harus menunggu ratusan tahun lagi dan kau tahu aku tidak pernah dapat mentolerir adanya kegagalan, bukan?’ Ancam The Watcher.
Garanox pun mengumpulkan Orb – orb yang telah dikumpulkannya. Dari 6 orb yang dibutuhkan, ia mengeluarkan The White dan Green Orb milik Bangsa Peri, The Yellow Orb milik Bangsa Manusia, The Blue Orb milik Bangsa Mermaid. Garanox terkejut setengah mati. Jantungnya terasa berhenti berdetak. The Black Orb miliki Bangsa Serangga tidak diketemukan di sakunya. Saat itulah, ia baru menyadari dirinya telah kehilangan The Black Orb. Tubuhnya gemetar dan memandang The Watcher dengan wajah pucat.
Bab 88. Kekalahan untuk Flarion
Flarion segera bergegas menuju Atlantis sambil menunggangi Mistyx, The Fog Terror. Di belakangnya ikut serta Jeff sementara Lyrian tetap tinggl di Allastar karena kehilangan sebelah tangannya. Flarion sebenarnya masih mengkuatirkan keadaan wanita itu karena selain keadaan fisiknya yang lemah, semangat juangnya juga lenyap karena keadaannya ayng cacat. Tetapi di lain pihak, Flarion juga kuatir dengan keadaan Fleric, Gnorr dan Bangsa Peri karena Garanox pasti telah menyiapkan sebuah pertempuran dashyat di Atlantis. Sayang sekali Flarion tidak pernah datang ke Atlantis sehingga ia tidak dapat melakukan teleport ke tempat itu. Bangsa Manusia juga tengah mempersiapkan diri untuk bergegas menuju Atlantis memberikan bantuan namun perjalanan itu pasti akan memakan waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, Flarion, Jeff dan Mistyx mendahului menuju Atlantis.
‘Awas serangan!’ Seru Jeff dan seketika itu juga cahaya sihir melesat dan menyerempet sayap Naga Mistyx. ‘Ayo kita mendarat dan menghajar si penyerang itu!’ Seru Jeff lagi.
Flarion sekilas menangkap keanehan tetapi ia tidak tahu dengan jelas. Baru kali ini, Flarion melihat Jeff bertindak begitu terburu – buru dan perasaannya mengatakan mereka sedang masuk ke dalam jebakan. Namun Mistyx sudah mengambil tindakan untuk mendarat dan mengejar si pelaku. Flarion tidak mempunyai pilihan selain ikut terlibat dalam pengejaran ini tetapi tidak untuk waktu yang lama karena si penyerang rupanya memang tidak pernah berniat untuk melarikan diri. Penyerang itu adalah Zork The Wizzard. Ia berdiri dengan seorang wanita di sebelahnya yang berada dalam keadaan terikat dan tak sadarkan diri. Wanita itu adalah Merry.
‘Lepaskan wanita itu, Zork!’ Seru Flarion dengan marah melihat Merry berada dalam cengkraman Pasukan Kegelapan.
Zork bukannya melepaskan Merry malah sengaja memeluk Merry lebih erat. Flarion menjadi semakin marah dan langsung melancarkan serangan ‘Iron Fist’ nya tetapi Zork juga dengan lincah dapat menghindar ke samping sambil meluncurkan serangan sihirnya. Flarion yang melihat Jeff bergerak maju secepat kilat berpikir Jeff akan membantunya menyerang Zork sehingga ia pun menggunakan perisai ‘Faith Armor’nya untuk menahan penuh kekuatan shir Zork. Namun Flarion tidak pernah mengira segala sesuatu berbalik menjadi bencana ketika Jeff tidak menyerang Zork melainkan memotong pergelangan tangan kanan Flarion.
Flarion berteriak sambil mati – matian menahan serangan sihir Zork dengan Faith armor sementara telapak tangan kanannya jatuh ke tanah dan bercucuran darah. Jeff pun langsung mengarahkan pedangnya ke leher Flarion tetapi untunglah Mistyx segera sadar dari rasa terkejutnya dan menghalangi Jeff dengan semburan kabut asap beracunnya. Mistyx segera melecutkan ekornya untuk memaksa Jeff menjauhi Flarion yang terluka. Setelah dapat mengatasi serangan sihir Zork, Flarion segera jatuh berlutut sambil tangan kirinya menggenggam erat pergelangan tangan kanannya. Ia merobek pakaian dan berusaha membalut tangannya tersebut untuk menghentikan pendarahan. Flarion melihat telapak tangan kanannya berubah menjadi merah membara dan terbakar. Kekuatan Phoenix yang tersimpan di telapak tangan kanannya mulai membebaskan diri. Flarion kehilangan telah kekuatan Phoenix nya.
Zork tersenyum licik ketika Jeff berhasil menghindari serangan Mistyx dan mundur ke samping Zork. ‘Bagaimana? Kalian heran mengapa Jeff yang kalian kenal tega melakukan hal ini?’ Tanya Zork tertawa senang,’ Kuberitahukan satu rahasia, Flarion. Jeff telah mati dan Sang Master telah menggunakan kekuatan Dark Soul Magic untuk mengambil alih tubuh Jeff. Dan aku sengaja memanfaatkan manusia kerdil yang bodoh agar Jeff terlihat lolos dari kematian. Aku juga mengorbankan dua pengkhianat manusia untuk meraih hasil yang lebih besar, yaitu The Yellow Orb dan nyawamu, Flarion. Jadi, sepertinya sandiwara ini memang berhasil, bukan?’
Kehilangan tangannya membuat Flarion tidak dapat menyerang. Mistyx berusaha menyelamatkan Flarion dan dirinya sendiri dari perangkap lawan dengan menggunakan jurus kabut asap beracunnya. Mistyx bermaksud menghalangi penglihatan lawan dan melarikan diri melalui udara tetapi kabut asap Mistyx tidak berdaya melawan sihir Zork. Tiba – tiba sebuah jaring sihir langsung menjerat Mistyx dan Flarion seketika. Untunglah Faith Armor kembali bersinar terang dan segera memusnahkan segala bentuk sihir yang terjadi tetapi celakanya, Jeff juga ikut menyerang. Flarion segera memasang Faith Armor untuk melindungi tubuhnya dari serangan ‘Sonic Blast’ Jeff tetapi ternyata yang diserang Jeff bukan Flarion melainkan Mistyx. Serangan Sonic Jeff berhasil melukai kedua sayap Mistyx dan sebelum Jeff melancarkan serangan berikutnya, Flarion segera melompat dan memeluk Jeff dengan tangan kirinya. Flarion terus berusaha menghalangi Jeff melukai Mistyx tetapi Zork pun segera bertindak. Ia merapal mantera dan tiba – tiba dari tanah keluarnya bara api yang luar biasa panas dan terjadilah ledakan maha dashyat.
Zork terpental jauh ke belakang. Jeff dan Flarion yang sedang sibuk bergulat juga terkejut setengah mati karena di hadapan mereka telah muncul kembali seekor Phoenix yang terlahir kembali.
Bab 89. Phoenix yang Terlahir Kembali
Phoenix dikatakan sebagai makhluk yang abadi memang bukan hanya sekedar isapan jempol karena memang makhluk ini begitu sulit untuk dapat dibunuh namun jug tidak berarti ia tidak dapat benar – benar mati. Phoenix dapat dibunuh ‘sementara’ jika sumber api abadinya dikuasai atau dihabisi dengan paksa, seperti yang dilakukan Flarion dengan menahan sumber api Phoenix tanpa sengaja dalam telapak tangannya. Phoenix baru benar – benar akan mati jika sumber api abadinya telah kehabisan energi (mati karena usia tua) dan berubah menjadi abu, biasanya berkisar antara 2000 – 2500 tahun. Tetapi ketika telapak tangan Flarion terpisah dari tubuhnya yang memiliki Faith Armor maka Phoenix mendapat kekuatan apinya kembali dan terbebaskan. Phoenix, Sang Penguasa Api telah terlahir kembali.
Ledakan kebangkitan Sang Phoenix sungguh di luar dugaan siapapun. Zork bahkan belum sempat melontarkan sihirnya dan ia sendiri sudah terlempar jauh ke belakang hingga menghantam pepohonan hingga pingsan. Flarion dan Jeff pun tidak kalah kagetnya karena keduanya terdorong bersamaan oleh panas api yang begitu menyengat. Pepohonan yang lebat menjadi bahan bakar bagi Phoenix untuk terus memancarkan apinya yang makin lama makin besar dan mengerikan. Sepertinya Sang Phoenix ingin meningkatkan energi maksimalnya setelah demikian lama terkurung di dalam tangan kanan Flarion. Di saat itulah Flarion melakukan tindakan nekat.
Flarion memeluk Jeff lebih keras lagi dan berusaha mendorongnya masuk ke dalam ledakan api Phoenix. Jeff yang kesakitan karena seluruh tubuhnya mulai melepuh tidak dapat berbuat banyak sementara Flarion dapat bertahan untuk sementara waktu karena tubuhnya dilindungi oleh Faith Armor. Jeff menjerit kesakitan melihat tubuhnya mulai terbakar hidup – hidup. Phoenix yang tidak menyadari kehadiran dua makhluk itu pun segera mengepakkan sayapnya untuk terbang dan melakukan teleport. Api pun langsung mengeluarkan energi dashyat yang menghancurkan Jeff hingga tak bersisa bahkan Flarion yang dilindungi Faith Armor pun hampir saja tidak dapat bertahan lebih lama. Flarion langsung jatuh kehabisan tenaga setelah Phoenix terbang menjauh dan menghilang dalam teleport.
Mistyx yang juga terluka segera mendekati Flarion yang tak sadarkan diri. Ia segera menaikkan Flarion ke atas punggungnya dan terbang menjauh. Sayap Sang Naga terus mengeluarkan darah namun ia berusaha untuk terus terbang, setidaknya sampai mendapatkan pertolongan. Namun lama kelamaan, pandangan matanya semakin kabur dan ia mulai merasa pusing. Mistyx pun akhirnya jatuh.
Bab 90. Sebuah Perkenalan Luar Biasa
‘Flarion,’ Sosok itu memanggil berulang kali. Flarion yang terjebak dalam kegelapan berusaha mencari – cari suara yang memanggilnya dengan lembut itu tetapi ia tidak dapat menemukannya. ‘Kau tidak dapat menemukan Aku, Flarion tetapi Aku yang akan menemukanmu,’ Kata suara itu dan tiba – tiba cahaya kemuliaan menerangi seluruh tempat itu sehingga Flarion tidak sanggup untuk melihat lebih jauh. Ia jatuh tertelungkup ke depan dan tidak dapat bangkit lagi. Matanya tidak sanggup untuk menatap cahaya kemuliaan yang luar biasa itu.
‘Siapa Kau, Yang Maha Mulia?’ Tanya Flarion dengan gemetar. Tubuhnya terasa begitu lemah di hadapan sosok Yang Maha Perkasa dan Kudus itu. Dan Jawab-Nya,’ Bukankah kau sudah mengenal siapa Aku? Aku yang memilihmu bahkan sebelum kau terlahir. Aku yang memberikan anugerah dan kasih karunia. Namun mengapa kau meninggalkan aku, anakku?’
Dan Flarion pun mengenali siapa sosok yang sedang berbicara di hadapannya. Ia ingat akan sosok yang selalu dapat diandalkan. Namun Flarion bahkan tidak ingat kapan terakir kali ia berlutut dan berdoa kepada Nya. Sejak ia memiliki kekuatan sendiri melalui Faith Armor dan Phoenix Flare, Flarion melupakan Dia sang pemberi kekuatan tersebut. Flarion jatuh karena mengandalkan dirinya sendiri.
‘Aku mengasihimu, Flarion. Kau akan bernasib sama seperti Garanox jika meletakkan hatimu kepada kekuatan dirimu sendiri dan bukan pada-Ku. Oleh karena aku membiarkan kau dikalahkan dan menarik kembali semua kekuatan yang kau agungkan agar kau mendapat kekuatan baru yang tidak ada tandingannya, yaitu iman percaya kepada –Ku. Sebelum perang ini berakhir kau akan melihat kekuatan yang sebenarnya.’
Flarion pun terhentak bangun dan hatinya tak menentu antara rasa bersalah yang demikian besar, sukacita penghiburan dan kedamaian. Semuanya bercampur menjadi satu namun Flarion tahu dengan pasti apa yang telah terjadi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar