Selasa, 11 Maret 2008

The chronicle of Flarion (41-45) By: Junaidi Halim

Bab 41. Orb Bangsa Peri

Bola berwarna putih itu memantulkan cahaya ke seisi ruangan. Flarion dapat merasakan kekuatan besar yang tersimpan di dalamnya. Namun permukaan bola ini sangat keras, bahkan lebih keras daripada baja maupun kristal apapun juga, tanpa diketahui terbuat dari bahan apa. Yang jelas permukaan yang keras itu dibutuhkan untuk melindungi kekuatan apapun di dalamnya keluar dari bola hijau tersebut.
‘The White Orb!’ Seru Fleric,’ Jadi benda ini yang menjadi tujuan dari Garanox menyerbu Kota WhiteStone. Orb ini memang merupakan pusaka dari Peri Langit yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang kami. Bahkan sebenarnya Kota whiteStone diberi nama karena pusaka ini, bukan hanya karena dibangun dari batu putih.’
Gnorr masuk ke dalam ruangan rapat sambil membawa bungkusan bulat lainnya dan ia pun segera membukannya di hadapan Flarion, Fleric dan yang lainnya. Cahaya Hijau segera memenuhi ruangan, berbaur dengan warna putih yang telah muncul sebelumnya. Keindahan yang terpancar sungguh tidak dapat dilukiskan. ‘The Green Orb!’ Seru Gnorr,’ Ini adalah pusaka dari Bangsa Peri Hutan. Aku merebutnya ketika meruntuhkan Istana Peri Hutan. Kurasa sekarang saatnya aku mengembalikan ini ke tangan pemilik yang sesungguhnya, seandainya saja ia tidak tewas dalam pertarungan terkutuk ini.’ Suasana menjadi hening. Mereka semua teringat akan Elrica, Sang Raja Peri Hutan yang telah gugur. Bahkan Flivia meneteskan air matanya yang indah.
‘Sudahlah, tidak ada yang dapat kita lakukan selain membiarkan Elrica berisitirahat dengan tenang dalam keabadiannya. Semoga Yang Maha Kuasa menjaga rohnya,’ Kata Flarion memecah keheningan.
‘Oke, sekarang bagaimana dengan kedua benda ini? Adakah yang tahu kekuatan apa yang mampu dilakukan kedua benda ini sehingga Garanox amat sangat menginginkannya?’ Tanya Merry kebingungan sambil terus memperhatikan kedua orb tersebut.
‘Aku juga tidak tahu. Yang kutahu benda ini adalah warisan dari para leluhur kami namun tak ada yang pernah tahu kegunaan dari benda – benda tersebut kecuali keindahannya. Namun ada perintah keras secara turun temurun yang mengharuskan Bangsa Peri untuk menjaga kedua benda ini baik – baik,’ Jawab Fleric,’ namun aku juga tidak tahu apa alasannya.’
Flarion menggaruk kepalanya kebingungan. ‘Aku dapat merasakan kekuatan yang luar biasa dari dalam kedua orb ini dan aku yakin kalian juga dapat merasakannya. Apakah itu berarti benda berharga yang dicari Garanox ada di dalamnya? Haruskah kita menghancurkannya untuk mendapatkan kekuatan di dalamnya?’ Tanya Flarion meminta pendapat.
‘Siapa pun yang membuat kedua orb ini pasti menginginkan kekuatan yang terdapat di dalamnya tetap berada di dalam. Itulah sebabnya ia membuat orb (bola) yang begitu kuat dan menyimpan apapun itu di dalamnya agar tidak bisa keluar atau dipecahkan oleh siapapun,’ Lyrian mencoba mengambil kesimpulan.
‘Kemungkinan itu ada. Mungkin ada sesuatu yang luar biasa berbahaya di dalamnya sehingga siapapun yang membuat orb ini menyerahkan kepada Bangsa Peri untuk dijaga dengan sebaik – baiknya secara turun temurun. Kekerasan orb itu juga luar biasa. Sudah ratusan musuh dalam sejarah Bangsa Peri berhasil mengambil atau mencuri orb ini dan berusaha membukanya secara paksa namun mereka gagal. Senjata apapun belum pernah ada yang berhasil menggores sedikitpun permukaan dari benda ini. Demikian juga dengan peneliti Bangsa Peri tidak pernah berhasil menemukan kunci kekuatan dari orb – orb ini,’ renung Fleric,’ Lalu untuk apa Pasukan Kegelapan dan Garanox mengincar orb ini?’
‘Bolehkah aku berbicara dan mengajukan pendapat?’ Tanya Gnorr ragu – ragu. Semua yang hadir di sana saling berpandangan dan tersenyum geli.
‘Tentu saja, Gnorr. Tidak perlu terlalu sopan untuk mengajukan pendapat,’ Jawab Fleric memberi kesempatan kepada Gnorr.
‘Mungkin ini semua ada hubungannya dengan kebebasan Lord Of Darkness,’ Jawab Gnorr,’ Aku lebih mengenal Garanox dibanding kalian semua dan setahuku Garanox hanya mempunyai satu tujuan akhir yaitu membebaskan tuannya itu dari penjara kekal dimensi Sang Waktu. Garanox pernah mencoba membebaskan tuannya sekali setelah membantai Bangsa Mage, bangsanya sendiri dan menggunakan energi sihir yang terkumpul dari hasil pembantaian itu namun ia gagal. Garanox hanya berhasil membuka kunci Lingkaran Waktu, tepi dari Dimensi Waktu dan saat itulah ia membebaskan Mistyx, Sang Naga Kabut beracun sekaligus mendapat sebagian roh kejahatan sang Master kegelapan yang tertinggal di Lingkaran Waktu. Aku juga sering mendengar desas – desus di antara Pasukan Kegelapan bahwa Garanox dapat berkomunikasi dengan Lord of Darkness pada saat – saat tertentu.’
‘Jika itu benar maka orb – orb ini menjadi sangat berbahaya. Apakah mungkin orb – orb ini menyimpan kekuatan yang mampu membebaskan Lord Of Darkness? Kita harus segera mencari tahu semua hal ini! Namun di mana kita harus mencari tahu dan membongkar rahasia kuno tersebut sebelum semuanya terlambat?’ Tanya Flarion.
Tak seorang pun dapat memberi jawaban. Semuanya terdiam kebingungan.
Bab 42. Pegunungan Putih

Badai yang hebat melanda 3 orang yang sedang dalam perjalanan memanjat Pegunungan Putih, tepat di utara sekitar 10 mil dari Kota WhiteStone. Konon Kota WhiteStone dibangun dengan mengambil batu – batuan dari Pegunungan ini.
Flarion, Fleric dan Gnorr memutuskan untuk pergi mencari informasi mengenai orb – orb tersebut di Ancient Temple. Tempat yang mereka tuju ini dulunya adalah markas besar Para Guardian, semacam tempat pertemuan. Namun sejak pecahnya persatuan Para Guardian, tempat ini terlupakan dan terkubur begitu saja. Tidak banyak orang pada zaman ini yang mengetahui dengan pasti di mana tempat ini berada. Pegunungan maupun hutan yang tumbuh dan runtuh silih berganti ditempa waktu menyebabkan tempat penuh sejarah Para Guardian hilang begitu saja. Flarion dan yang lainnya memutuskan untuk mencari tahu karena di tempat itu konon terdapat gulungan kitab – kitab sejarah dari zaman ke zaman yang pastinya ada keterangan mengenai asal mula orb – orb Para Peri. Hanya saja perjalanan yang harus ditempuh serba tidak pasti, jauh dan penuh rintangan seperti halnya badai yang menghadang mereka kini.
‘Mengapa kau tidak menggunakan teleport, Flarion?’ Tanya Gnorr yang berteriak keras – keras agar suaranya dapat terdengar, mengalahkan suara deru angin yang kencang,’ Bukankah kita semua dapat tiba dengan lebih cepat?’
‘Aku tidak bisa menggunakan teleport ke tempat jauh yang belum pernah kuketahui sebelumnya. Informasi yang kita dapat dari para dewan tetua Bangsa Peri hanya sedikit. Mereka mengatakan The Ancient Temple berada jauh di sebelah Utara dari Kota WhiteStone namun tidak ada keterangan sejauh apa,’ Balas Flarion sambil berteriak pula karena suara angin yang terus menderu – deru.
‘Kita harus mencari tempat untuk berteduh dan beristirahat!’ Seru Fleric,’ tidak mungkin meneruskan perjalanan dan memanjat Pegunungan Putih dalam keadaan seperti ini. Aku tahu tempat yang bagus untuk beristirahat.’
Fleric pun memandu jalan dan mereka menemukan tempat yang nyaman di bawah ceruk batu yang besar. Angin dan hujan badai tidak dapat menerpa mereka di sini karena terhalang oleh batu – batuan yang kokoh. Flarion hanya kuatir batu – batu besar itu runtuh dan menimbun mereka namun Fleric memastikan batu – batu tersebut cukup kokoh karena sejak ia kecil batu – batu tersebut tidak pernah bergeming sedikit pun.
‘Di Pegunungan Putih ini kau harus berhati – hati. Jika kau salah memilih jalan maka kau dapat menemui kesulitan dan kematian. Pegunungan ini sama sekali tidak ramah karena selain badai dan batu yang dapat runtuh secara tiba – tiba, ada banyak makhluk – makhluk kuno yang menghuni gunung – gunung batu tersebut,’ Cerita Fleric sambil berusaha menyalakan api untuk menghangatkan badan,’ Saat aku kecil, ayahku sering bercerita tentang Stone Golem, Monster yang terbuat dari batu yang menghuni Pegunungan Putih dan juga Phoenix yang tinggal di Puncak Gunung Api, salah satu gunung yang membentuk pegunungan putih ini. Dan masih banyak monster – monster lain namun Golem dan Phoenix adalah makhluk yang paling mengerikan di sini. Jangan berharap bisa lolos dari mereka berdua.’
Flarion tersenyum. Fleric belum mengetahui bahwa Flarion pernah berhadapan dengan Phoenix sebelumnya dan memang itu bukan pengalaman yang menyenangkan. Flarion tidak mau mengulangi pengalaman itu lagi. Seandainya saja Rajawali masih hidup maka mereka dapat melintasi Pegunungan mengerikan ini dengan cepat.
‘Phoenix, Si Penguasa Api memiliki kekuatan yang sangat dashyat. Semburan api nya dapat melelehkan Pintu gerbang WhiteStone sekalipun. Phoenix dapat terbang tinggi dan seluruh tubuhnya terbuat dari api abadi. Aku tidak tahu bagaimana cara mengalahkan makhluk yang terbuat dari api yang tak dapat padam. Golem juga tidak kalah berbahayanya. Pukulannya bahkan lebih kuat daripada pukulan kapakmu, Gnorr dan ia dapat melemparkan batu – batu besar dari dalam tanah. Tubuhnya besar dan kuat karena terdiri dari batu – batu alam yang keras. Yang paling berbahaya dari golem adalah ia dapat menyamar menjadi tumpukan batu dan sebelum kau sadar akan keberadaannya, Ia sudah memukulmu dengan keras maka tamat sudah riwayatmu,’ Fleric terus berceloteh tanpa lelah. Flarion dan Gnorr tersenyum mendengarkannya bercerita.
Tengah malam pun tiba dalam keheningan. Gnorr mengambil giliran jaga pertama kali sementara Flarion dan fleric terlelap. Malam di pegunungan putih memang berbeda dengan malam di tempat lain. Selain suasana yang hening dan udara yang lembab di dalam gua, langit juga amat suram tanpa bintang setelah badai berlalu. Gnorr merasa ada sesuatu hal yang tidak nyaman mengganggunya. Ia merasa mereka sedang diintai oleh seseorang atau sesuatu.

Bab 43. Ancaman Golem The Giant Stone

Gnorr mengambil langkah menuju ke mulut gua tempat mereka bermalam. Ia mencengkram erat kapak raksasanya dengan kedua tangan dan matanya mengawasi keadaan sekitar. Namun seberapa jauh pun Gnorr menajamkan penglihatannya, ia tidak dapat melihat banyak. Kabut yang terbal dan gelapnya malam menghalangi pengawasannya. Akhirnya Gnorr menyerah dan berbalik masuk ke dalam gua. Di saat itulah kilat menyambar dengan keras dan Gnorr melihat bayangan besar di lantai. Seseorang atau sesuatu yang besar telah berdiri di belakangnya.
Gnorr segera menjatuhkan diri dan bergulingan ke depan. Tanah tempat Gnorr berada sebelumnya telah hancur dengan sekali pukul oleh makhluk besar itu. Guncangan besar terjadi dan Flarion maupun Fleric segera terbangun kemudian dengan sigap berdiri dengan posisi bertempur. Mata mereka semua terbelalak melihat makhluk besar di hadapannya yang terbuat dari batu – batu yang kasar. Golem, The Giant Stone telah berdiri di hadapan mereka, menutupi jalan masuk ke dalam gue. Flarion dan Fleric memandang tidak percaya sementara Gnorr masih gemetar mengingat nyawanya hampir melayang.
Golem segera mengambil langkah lebar untuk masuk ke dalam gua tetapi Fleric menghalangi dengan mengayunkan Pedang Rembulan yang diwariskan oleh Elrica dan seketika itu juga terciptalah dinding es yang memisahkan mereka dari Golem. Halangan tersebut tidak bertahan lama. Sebuah pukulan keras memecahkan dinding es tersebut. ‘Phoenix Flare!’ Seru Flarion sambil mengeluarkan api dashyat dan tangan kanannya bersamaan dengan Gnorr yang melemparkan kapaknya sekuat tenaga ke arah Golem. Namun Golem tidak menghiraukan panas api Flarion sementara Kapak Gnorr hanya menggores tubuhnya sedikit. Golem sama sekali tidak merasa sakit. Flarion segera maju dan menghantamkan tinjunya ke kaki Golem yang besar. ‘Iron Fist!’ Seru Flarion dan tinju cahaya segera menghantam Golem telak pada kakinya. Tinju itu berhasil membuat retakan yang besar namun Flarion kembali dikejutkan oleh makhluk yang satu ini. Retakan itu pulih dengan sendirinya hanya dalam hitungan detik dan sebelum Flarion sempat menghindar, Golem mengayunkan kakinya dan menyepak Flarion hingga menghantam dinding.
Jubah Flarion melindungi tubuhnya agar tidak hancur berkeping – keping. Tetapi kekuatan tendangan Golem itu sungguh luar biasa. Ratusan kali lebih kuat daripada Pukulan Kapak Gnorr dan untuk pertama kalinya Flarion memuntahkan darah segar saat mengenakan The Faith Armor. Fleric segera mengayunkan pedangnya ke tanah dan berhasil membekukan kaki Golem dan untuk beberapa waktu menghalanginya mendekati Flarion yang terluka parah. Gnorr segera mengambil kesempatan untuk menggendong Flarion mundur lebih jauh ke dalam gua. Namun mereka semua tahu bahwa gua itu buntu dan jalan satu – satunya telah diblokir oleh makhluk besar yang luar biasa menyeramkan. Hati ketiganya mulai cemas luar biasa karena kekuatan mereka tidak sebanding dengan makhluk besar ini.
Flarion menggerakkan tangan kanannya dan berkonsentrasi untuk melakukan teleport. Hanya ini satu – satunya jalan yang tersisa. Golem yang telah berhasil membebaskan diri segera memburu mereka. Dan ketika tangan kanan Flarion bersinar dan membentuk gerbang Portal, sebuah batu besar yang tajam menghantam Flarion. Golem yang menyadari mangsanya hendak melarikan diri melemparkan serpihan tubuhnya yang keras dan tajam kepada Flarion. Kali ini Flarion tidak lagi dapat menahannya dan jatuh pingsan. Portal untuk melakukan teleport pun menghilang dalam sekejap. Golem sudah siap mengayunkan pukulan penghabisannya.
Gnorr tidak menyerah. Ia segera mengayunkan kapaknya yang besar dan menghantam kaki Golem karena hanya bagian itu yang bisa digapai Gnorr dengan pukulan langsung. Kaki Golem kembali retak dan pulih dalam sekejap, kemudian ia mengambil aba – aba untuk menendang Gnorr sama seperti yang telah dilakukannya kepada Flarion. Gnorr yang sudah pernah melihat serangan ini segera menghindar tepat pada waktunya. Sedetik saja ia terlambat maka tubuhnya pasti sudah hancur lebur karena ia tidak memiliki The Faith Armor seperti Flarion. Fleric mengambil kesempatan untuk menyeret Flarion lebih jauh ke dalam gua hingga ke ujungnya yang terdalam dan menemui jalan buntu.
Gnorr dan Fleric sudah kehabisan akal. Mereka tidak punya pilihan lain selain mengerahkan semua kekuatan untuk mengalahkan Golem walaupun semua itu mustahil. Golem sudah tiba di hadapan mereka dan siap melakukan serangan. ‘Akhirnya, aku tidak pernah menyangka, kita akan mati bukan di tangan Pasukan Kegelapan melainkan di tangan sebuah monster batu yang jelek,’ Kata Fleric,’ Tapi aku senang dapat bertarung bersama ksatria – ksatria pemberani seperti kalian.’ Setelah itu Fleric maju tanpa keraguan dengan jurus bayangannya. Golem menghantamkan tinjunya yang keras ke arah Fleric tetapi hanya mengenai bayangannya saja. Tinju Golem meleset dan menghantam tanah. Lantai gue bergetar keras dan mulai retak. Saat itulah Fleric kembali mundur ke sisi Gnorr dan Flarion, memandang tajam kepada Gnorr. Gnorr menganggukkan kepalanya dan segera menghantamkan kapak raksasanya ke lantai. Retakan di lantai gue berubah menjadi lubang kecil yang cukup untuk 2 orang manusia dewasa.. Fleric segera menyeret Flarion dan menjatuhkan diri ke dalam lubang yang terbentuk di lantai. Gnorr menyusul kemudian. Yang tersisa hanya raungan Golem yang tidak dapat ikut masuk ke dalam karena ukuran tubuhnya yang besar. Lubang itu sangat dalam dan lebih mirip seperti terowongan namun mereka tidak tahu di mana ujungnya.

Bab 44. Menuju Kota Allastar

‘Ayo Lyrian, kita harus bergegas menyampaikan berita ini kepada Raja Allastar,’ Kata Merry sambil terus memacu kudanya sambil diikuti Lyrian di belakangnya. Mereka sudah berkuda dengan kecepatan penuh 5 hari lamanya namun perjalanan yang harus ditempuh masih sangat jauh. Merry yang merupakan Penjaga Hutan memang tidak cepat untuk merasakan lelah namun tidak demikian dengan Lyrian. Mage yang masih sangat muda itu tidak begitu pandai berkuda dan sangat kelelahan. Seandainya saja berita yang disampaikan Gnorr dalam rapat dewan Peri tidak begitu penting maka Lyrian pasti tidak akan mau menempuh jarak yang begitu jauh dari WhiteStone menuju Allastar yang konon membutuhkan waktu 7 hari penuh dengan kuda yang cepat. Hawkins dan Flivia tidak ikut dalam perjalanan ini karena Flivia masih terluka akibat serangan Val’ark, The BloodHunter, pemimpin vampir yang telah membunuh Elrica dan tewas di tangan Flarion. Hawkins tetap tinggal di WhiteStone untuk menjaga kedua orb Bangsa Peri agar tidak jatuh ke tangan yang salah. Jadi hanya kedua wanita pemberani ini yang mengambil keputusan untuk menyampaikan berita ke Kota Allastar, satu – satunya kerajaan manusia.
Malam berganti dengan malam. Merry dan Lyrian sudah tidak lagi menghitung hari yang telah mereka lalui selama perjalanan. Pegunungan Putih yang berada di sekeliling Kota WhiteStone tidak lagi terlihat dan The ‘Unicorn Lake’ semakin terlihat jelas. Unicorn Lake (Danau Unicorn) adalah sebuah danau yang sangat luas. Bahkan jika dipandang dari darat akan lebih menyerupai sebuah lautan yang luas tanpa tepian. Kerajaan Allastar berada di sebelah barat dunia di mana dikelilingi oleh Unicorn Lake dan sungai besar ‘River of Tears’yang menghubungkan Unicorn Lake dengan lautan di utara maupun di barat. Ada sejarah kuno mengapa kedua tempat ini dinamakan begitu aneh. Namun sekarang bukan saatnya untuk membahas kedua hal itu karena Merry dan Lyrian baru saja tiba di ‘North Star Bridge’ (Jembatan Bintang Utara). Kota Allastar hanya dapat dicapai oleh jalur darat dengan melewati jembatan karena dikelilingi oleh sungai yang besar dan panjang, ‘River of Tears’. Sementara hanya ada 2 jembatan penghubung yang dibangun oleh manusia dan kurcaci pada zaman Guardian, yaitu: The North Star Bridge di Utara dan The South Star Bridge di selatan.
Suasana yang mencekam pun berada di depan mata Merry dan Lyrian ketika mereka melihat jalur darat melalui North Star Bridge telah diblokade oleh Pasukan Goblin dan Troll. Tampaknya penyerangan besar – besaran terhadap Bangsa Manusia di kerajaan Allastar telah dimulai, seperti yang telah diinformasikan oleh Gnorr. Tujuan utama Pasukan Kegelapan adalah The Yellow Orb yang berada di tangan Raja Allastar. Merry dan Lyrian segera menghentikan derap langkah kuda mereka dan masuk ke dalam semak – semak, berharap tidak ada Goblin ataupun Troll yang melihat mereka. Sepertinya perjalanan menuju Kota Allastar tidak semudah yang mereka pikirkan. Pasukan Kegelapan yang mengetahui pengkhianatan dari Gnorr pasti telah mempercepat waktu penyerangan terhadap Allastar dibandingkan rencana sebelumnya.
Mata Merry dan Lyrian terbelalak ketika menoleh ke jembatan yang tidak jauh lagi dari tempat persembunyian mereka. Sekitar 5000 Pasukan Tengkorak muncul di tepi jembatan dalam barisan panjang dan teratur, bersiap menyebrang menuju Kota Allastar. Derap langkah mereka terdengar keras dan menggetarkan bumi. Lalu tanpa menunggu perintah Pasukan Goblin segera membuka blokade dan membiarkan Pasukan Tengkorak itu lewat. Jembatan North Star memang luar biasa. Panjangnya mencapai 400 - 500 meter dan lebarnya mencapai 10 meter. 5000 Pasukan Tengkorak membentuk barisan rapat dan bersama – sama menyebrangi jembatan itu. Merry berharap dalam hatinya agar jembatan itu seketika roboh dan menjatuhkan sebagian besar Pasukan Tengkorak itu ke dalam Sungai besar ‘Tears’ hingga tenggelam di sana. Namun jembatan itu begitu kokohnya hingga mampu menopang ribuan Pasukan Tengkorak yang berbaris di atasnya.
Merry tiba – tiba merasa berada dalam bahaya. Tak lama kemudian suara gemerisik semak – semak memberitahu Sang Penjaga Hutan Merry bahwa persembunyian Lyrian dan dirinya telah diketahui. Maka dengan segera Merry menarik tangan Lyrian yang kebingungan untuk segera masuk ke dalam semak – semak yang lebih dalam, menjauhi jalan utama. Namun Sang Pengintai, siapa pun dia mengejar dengan sangat cepat. Bahkan Lyrian yang tidak memiliki pendengaran setajam Merry dapat mendengar derap langkah kaki si pengejar dengan jelas. Dia semakin dekat dan terus mendekat. Dia sudah berada tepat di belakangan mereka berdua. Lyrian berbalik. Tangannya terkepal dengan kilatan petir. Ia mengarahkan tangannya ke belakang dan.... Lyrian tidak melihat seorang atau sesuatu pun di sana. Sepi! Suara langkah itu tidak terdengar lagi. Sang pengejar hilang begitu saja seperti hantu. ‘Lyrian! Awas!’ Seru Merry sambil melompat ke depan.
Lyrian jatuh tertimpa Merry dan saat itu juga sebuah pedang api membelah udara, tempat di mana sedetik sebelumnya Lyrian tengah berdiri di sana. Lyrian dan Merry segera berguling menjauhi si penyerang. Sebuah hantaman pedang api kembali menghajar tanah tempat mereka berada sebelumnya. Merry yang gesit segera berlutut dan dalam sekejap telah meluncurkan anak panah dari busurnya. Namun sungguh di luar dugaan, anak – anak panah tersebut terbakar begitu saja di udara ketika mendekati makhluk yang menyerang mereka. Merry dan Lyrian terkejut menyaksikan lawan yang dihadapinya adalah Tengkorak besar berwarna kemerahan dengan nyala api di sekelilling tubuhnya. Dia adalah Kullnor, The Hellstar. Tengkorak legendaris, terkenal karena reputasi kejahatannya yang menggetarkan dunia. Tengkorak yang benar – benar berasal dari neraka. Hidup hanya untuk menghancurkan dunia.
Lyrian segera melontarkan kutukan sihirnya. ‘Stone Cast!’ Seru Sang Mage muda. Serangan itu menghentikan Kullnor untuk sementara dengan berubah menjadi batu. Namun api yang menyelimuti sekujur tubuh Kullnor membara dengna hebat dan melelehkan batu yang menahannya. ‘Thunder Cast!’ Seru Lyrian lagi sambil meluncurkan Kilat dari telapak tangannya. Namun Kullnor dengan sigap menahan kilat tersebut dengan pedang apinya dengan begitu mudahnya. Sementara anak panah yang diluncurkan Merry tidak satupun yang berhasil mengenai sasaran karena semuanya hangus terbakar sebelum sempat menyentuh Kullnor. Merry dan Lyrian telah kehabisan akal menghadapi makhluk mengerikan ini.
‘Luar biasa! Seorang wanita cantik dan mage muda berani menghadapiku. Tidak banyak ksatria yang berhasil lolos dari serangan pedangku ketika aku dalam keadaan tak terlihat,’ Sahut Kullnor dengan suara menggelegar,’ Kalian hanya beruntung. Namun kita lihat apakah kalian dapat beruntung terus menerus?’ Kullnor berdiam dan kemudian lenyap begitu saja.
‘Perhatikan rumput di tanah, Lyrian!’ Seru Merry kepada Lyrian,’Rumput yang terinjak menandakan di sanalah ia berdiri.’ Suara gemerisik rumput terdegar di mana – mana. Lyrian maupun Merry tidak selangkah pun berani bergerak. Mereka terus berusaha mendengar sebaik – baiknya. Menghadapi musuh yang tidak terlihat sangatlah tidak mudah. Mereka seperti berhadapan dengan hantu. Suara gemerisik rumput berada di belakang Merry. Merry berbalik sambil mengambil posisi bertahan. Merry melihat tanda bekas pijakan namun tidak ada tanda lainnya. Suara hembusan angin terdengar di atasnya. Merry tahu dirinya dalam bahaya besar. Kullnor melompat ke udara dalam keadaan tak terlihat sehingga pijakan pada rumput tak lagi dapat diandalkan. Pedang sudah diarahkan pada Merry entah dari mana arah datangnya namun kematian sudah begitu dekat dan... Brakk! Pedang Api Kullnor kembali menghantam tanah tempat Merry berada sepersekian detik sebelumnya. Kullnor tak percaya hal ini. Ia menoleh ke samping dan terkejut. Seekor kuda bertanduk tunggal dan bercahaya seperti bintang telah menyelamatkan Merry di punggungnya dan kini sedang berusaha menaikkan Lyrian juga. Kullnor segera menerjang namun belum sempat ia bergerak lebih dari satu langkah, kuda tersebut telah berlari jauh secepat angin dan menghilang dari pandangan. Kullnor menggeram dengan amat sangat kesal dan hatinya terkejut dengan kemunculan makhluk tersebut. ‘Unicorn!’ Desisnya.

Bab 45. Terowongan Para Serangga

Flarion sadar dari pingsannya dan menemukan dirinya terikat dalam kurungan besar yang terbuat dari tulang – belulang. Fleric dan Gnorr juga berada dalam keadaan yang sama, hanya saja mereka berdua belum menyadarkan diri. ‘Apa yang terjadi?’ bisik Flarion dalam hati sambil berusaha mengingat – ingat,’ Golem... yah, mengapa aku dapat berada di sini? Seharusnya aku telah tewas sewaktu berhadapan dengan Golem?’
Gnorr mulai menggerakkan tubuhnya yang besar. Ia mulai sadar dari pingsannya. Tubuhnya yang terikat kuat tidak dapat banyak bergerak. Perlahan ia mulai membuka matanya dan melihat Flarion yang masih kebingungan. Gnorr tersenyum dan berkata,’ Maaf, sobat. Kami tidak dapat mengeluarkan dirimu begitu saja. Tak banyak yang bisa dilakukan 2 orang melawan 1 koloni besar pasukan di sarangnya sendiri. Tapi untunglah kita masih menjadi tawanan dan tidak langsung dibunuh.’
‘Koloni Pasukan? Pasukan apa?’ Tanya Flarion heran.
‘Serangga!’ Ujar suara serak dari belakang Flarion. Flarion berbalik dan melihat seekor laba – laba hitam besar dengan warna merah di punggungnya. Flarion menahan nafasnya karena terkejut. Sudah hampir berabad – abad lamanya, makhluk dunia atas yang disinari cahaya matahari tidak melihat Bangsa Serangga yang besar – besar seperti ini. Memang menurut hikayat kuno, Bangsa Serangga mengasingkan diri ke dalam liang – liang yang paling dalam di dasar bumi semenjak Pasukan Kegelapan jatuh oleh Pasukan Guardian. Bangsa Serangga yang mulanya adalah sekutu dari Pasukan Kegelapan memilih untuk mundur dan hilang dari peradaban dunia. Sungguh tak dikira Flarion dapat bertemu dengan bangsa tersebut.
‘Manusia dan Peri. Bangsa – bangsa yang menyatakan dirinya terhormat melebih bangsa lainnya. Sungguh menjengkelkan! Bahkan dalam kegelapan lubang di dasar bumi sekali pun, kami Bangsa Serangga tidak dapat beristirahat dengan tenang. Kalian tidak akan kami ampuni!’ Seru Laba – laba besar itu,’ Kami akan membawamu kepada ratu untuk diadili atas kejahatan kalian!’ Tak lama kemudian muncullah beberapa laba – laba lain yang membawa mereka keluar dengan sangat kasar.
Fleric disadarkan secara paksa oleh laba – laba tersebut. Dorongan yang begitu keras dan kasar tentu dapat membangunkan orang mati sekalipun. Fleric yang terbangun tidak begitu terkejut seperti Flarion. Sepertinya Fleric sudah mengetahui keadaan mereka sebelumnya. Flarion berusaha mengeluarkan kekuatannya namun tangan dan tubuhnya tidak bisa bergerak sama sekali. ‘Hemat kekuatanmu, Flarion!’ bisik Fleric,’ Kita akan membutuhkannya nanti. Netralkan dulu racun bius yang ada di tubuhmu. Jika kau tidak tenang maka racun itu tidak akan hilang bahkan semakin ganas.’ Flarion menganggukkan kepalanya.
Flarion dan yang lainnya dibawa menghadap ke Ratu Serangga. Sang Ratu ternyata adalah seekor makhluk besar yang mengerikan. Ia memiliki kepala dan tubuh manusia dengan 6 lengan. Namun dari pinggang ke bawah adalah tubuh laba – laba dengan 8 kaki beserta sungut beracun di belakangnya. Matanya merah menyala dengan tatapan yang mematikan. Ia tampak begitu anggun dan juga mengerikan. Duduk di tahtanya yang terbuat dari batu – batu hitam dan diselimuti jaring halus yang tebal. Flarion sungguh merasa tidak tenang dalam hatinya. Ia kuatir dengan nasib dirinya maupun teman – temannya. Di sebelah sang ratu, Flarion melihat Pedang Rembulan dan Kapak Gnorr tergantung di dinding.
‘Sang Ratu, kami membawa Para Pencuri ke hadapanmu,’ Kata laba – laba kepala pengawal yang menggiring Flarion dan kawan – kawannya.
‘Pencuri! Cepat katakan di mana Orb itu!’ Seru Sang Ratu,’ Cepat katakan maka kalian tidak akan mati dengan penuh penderitaan.’
‘Orb Putih dan Hijau adalah milik Bangsa Peri. Kami tidak akan membiarkan Bangsa manapun mengambil warisan leluhur kami!’ Seru Fleric yang denganberani membalas seruan Sang Ratu Serangga.
‘Peri Busuk! Jangan berpura – pura bodoh! Kami tidak tertarik dengan orb yang lainnya. Kembalikan Orb Hitam warisan leluhur kami atau kalian semua akan mati! Pengawal, siksa mereka semua!’ Seru Sang Ratu menjatuhkan keputusan.
Flarion benar – benar tidak mengerti mengenai keberadaan Orb Hitam namun ia sangat mengerti bahwa mereka dalam bahaya yang sangat besar. Iilah saat yang tepat untuk mengeluarkan semua kemampuannya. Flarion mengerang hebat dan saat itulah tubuhnya bersinar dashyat. Laba – laba berteriak ketakutan. Bangsa Serangga sangat membenci cahaya. Flarion memanfaatkan kesempatan ini untuk memunculkan Jubah Faith Armor yang bercahaya terang dan berhasil memutuskan tali pengikat tubuhnya. Namun keringat membasahi tubuh Flarion dan rasa sakit yang hebat menyerangnya. Celaka! Rupanya luka akibat serangan Golem belum sembuh sama sekali. Flarion segera berlari menuju ke arah tahta Sang Ratu. Sang Ratu menyadari Flarion mendekat segera menyeburkan jaring beracun dari mulutnya. Flarion mati – matian mengumpulkan energinya dan ,’Phoenix Flare!’ Seru Flarion sambil menahan sakit. Api Phoenix membakar habis jaring beracun namun serangan berikutnya sudah menanti.
Sang Ratu segera mengambil senjatanya yaitu 6 pasang pedang beraura racun yang ganas pada masing – masing lengannya dan meluncurkan serangan yang rapat. Tubuh Flarion yang ringan dan gesit berhasil menghindari tebasan pedang – pedang tersebut dan jubahnya menahan aura racun ang timbul. Flarion balas menyerang dengan serangan tinju jarak dekat. Serangan itu memaksa Sang Ratu untuk meundur selangkah dan pada kesempatan berikutnya Flarion mengambil Pedang Rembulan dan Kapak Gnorr lalu melemparkannya ke arah teman – temannya. Fleric yang gesit segera melompat dan menggigit pangkal Pedang Rembulan dengan giginya. Ia memanfaatkan aura dingin pedang tersebut untuk mengubah tali pengikatnya menjadi es tipis dan membebaskan diri. Mungkin dari seluruh Bangsa Peri hanya Fleric yang dapat melakukan gerakan luar biasa seperti tadi. Maka tidak salah ia menjadi pewaris Pedang Peri yang sangat legendaris.
Gnorr yang besar tentu saja tidak berhasil menangkap senjatanya sendiri. Kapak itu menancap di tanah tepat di depannya. Namun Fleric yang telah membebaskan diri segera membantunya dan pada akhirnya kedua tawanan itu berhasil melepaskan diri dari ikatan. Namun pada saat yang sama, puluhan bahkan ratusan Laba – laba sudah mengepung mereka dengan rapat. Fleric memutar otak untuk membuat jalan keluar.
‘Hentikan Pertarungan!’ Seru Sang Ratu,’ Atau kubuat temanmu ini menjadi santapan makan malam!’ Fleric dan Gnorr memalingkan wajahnya ke arah Sang Ratu dan melihat Flarion yang telah kehabisan tenaga berada dalam cengkaraman ke-6 lengan Ratu Laba – Laba. Harapan untuk melarikan diri dari tempat terkutuk itu pun musnah seketika.
Tiba – tiba dari atas meluncur sebuah anak panah dan menancap tepat di bawah kaki Sang Ratu. Anak panah itu pun segera meledak dan mengeluarkan asap berwarna hitam pekat. Sang Ratu berteriak panik dan Pasukan Laba – Laba menjadi kacau balau ketika 2-3 panah kembali meluncur ke segala arah. Fleric segera mengambil kesempatan baik ini dan menerjang maju ke tahta Sang Ratu. Fleric membekukan Sang Ratu seketika dan Gnorr yang mengikuti Fleric dari belakang segera membawa Flarion yang kehabisan tenaga. Mereka segera berlari tak tentu arah ke dalam kepulan asap yang tebal, berharap dapat menghindari pengawasan Pasukan Laba – Laba.
Namun terdengar bisikan suara. Suara seorang manusia,’ Ikuti aku! Ikuti aku, jika kalian mau selamat dan keluar dalam keadaan utuh dar tempat ini!’ Tiba – tiba saja seorang manusia muncul di hadapan mereka dengan berpakaian serba hitam dan wajahnya juga tertutup kain hitam, hanya menyisakan matanya yang terbuka. Fleric dan Gnorr tanpa ragu sedikitpun segera mengikutinya. Mereka sama sekali tidak tahu bahaya apa lagi yang akan menanti mereka bertiga.

Tidak ada komentar: